Senin, 31 Desember 2018

BABAKAN SILIWANGI FOREST WALK


               Liburan kali ini tidak seperti liburan yang sudah-sudah. Selain musim hujan yang sedang deras-derasnya, bencana tsunami di Banten kemaren sempat membuat saya terkejut. Memang benar rencana Tuhan siapa yang dapat memprediksikan? Dalam rangka menghormati korban bencana  tsunami, akhirnya saya memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu berlibur di rumah. Tapi bukan berarti tidak menikmati nuansa liburan, kasihan anak-anak kalau selama dua minggu hanya berdiam diri saja. Lagipula di dalam kota pun banyak destinasi yang bisa dinikmati tanpa perlu  jauh-jauh keluar kota.

Sabtu, 08 Desember 2018

Hujan Dalam Kenangan


Rincik langit tumpah basahi trotoar
Bulirannya menjelma bayang serupa tampias di tepi kain
Melompatlompat ukirkan pendar genangan dalam setiap jejak jalanan
Meracik angin yang terabasi tubuhnya; bergumul riuh layaknya hujan rimba
Air—angin bergelung membungkus tubuh dalam gigil penuh dingin;
Dan aku tetap dalam sebuah tanya tentang cinta yang terjeda jarak

 “Hujan Sore”, karya Yola Widya
Bandung, 081218

            Setelah membaca syair di atas pasti bertanya-tanya, “Kenapa ada kata ulang yang tidak memakai tanda hubung?” jawabannya simpel saja, karena tanda baca tidak mutlak dalam puisi. Itu yang saya dapat dari hasil mengembara di antara penyair. Jangan lupa, puisi diberi judul dan nama penyairnya. Titimangsa juga jangan sampai tertinggal. Titimangsa berisi tempat dan tanggal pembuatan.

Senin, 26 November 2018

Wanita Mandiri dan Telur Asin


Teringat ketika pertama kali saya menyandang sebutan single parent, waktu itu benar-benar berada dalam kondisi yang membutuhkan sokongan emosi. Mendadak hidup tanpa pendamping dan tersadar harus bisa hidup sendiri, membuat saya terguncang dan ketakutan. Terlebih karena harus tetap melanjutkan kehidupan sedangkan selama ini sama sekali belum pernah belajar mencari uang sendiri. Jadilah selama beberapa bulan saya hidup dalam kekalutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Seandainya sebelumnya saya tidak mengandalkan pasangan untuk mencari uang, pastinya kebingungan itu tak perlu terjadi.

            Akhirnya karena nol pengalaman dan juga modal, yang bisa saya lakukan hanya mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan. Hal yang berat juga karena tetap saja melamar pekerjaan itu butuh biaya yang tidak sedikit. Setelah berbulan-bulan penantian dan hampir putus asa, akhirnya ada kesempatan bagi saya untuk berkarir. Setelah mendapat pekerjaan, jadi terpikirkan untuk tidak terlalu mengandalkan pasangan lagi sekiranya nanti berkesempatan berumah tangga kembali. Dan dari pengalaman saya berkesimpulan kalau wanita itu memang harus belajar mandiri, wanita jangan terlalu mengandalkan pasangan. Dan banyak hal yang bisa dilakukan dari rumah tanpa harus meninggalkan keluarga demi mencari rupiah.

Sabtu, 24 November 2018

Katineung dan Cililin


     Benar-benar memalukan sebagai orang Bandung kalau tidak tahu tentang Cililin, dan saya tidak malu mengakui kalau termasuk di dalamnya. Yah, berpuluh tahun menghabiskan waktu di ibukota Provinsi Jawa Barat ini ternyata tidak menjadikan saya lebih paham batas-batas wilayahnya, bahkan baru kemarin menginjak Cililin. 

Memalukan? Absolutely! Tapi tunggu dulu ... hal itu tidak membuat saya minder, malah langsung ambil ponsel dan ketik di Mbah Google tentang daerah ini. Dan hasilnya? Wow ... saya sampai bertanya pada diri sendiri, kamana wae atuh, Neng?

            
        Cililin sendiri sebuah kota kecamatan yang terletak di Bandung Barat, sekitar 40 km dari Bandung. Ini menjelaskan kenapa kemarin dalam perjalanan terlihat bukit kapur. Saya sempat heran dan takut nyasar waktu tiba-tiba bukit kapur itu tampak, kenapa kayak di Padalarang ini mah? Terus terang itu yang terlintas di pikiran. Eh, ternyata selidik punya selidik Cililin itu berada di Bandung Barat ... ya, pastilah ada batu kapur, kalau di Padalarang mah dikenal dengan sebutan Tagog Apu

    Dan  sepanjang perjalanan saya dibuat terheran-heran dengan banyaknya tempat wisata yang bisa dikunjungi di daerah ini, diantaranya Curug Malela, niagaranya Jawa Barat, dan masih banyak curug-curug yang lain. Oh, iya, ada restoran terapung juga yang jaraknya sekitar satu kilo dari alun-alun Cililin. Ini benar-benar pukulan buat saya yang senang halan-halan, ternyata daerah ini menyimpan harta karun yang belum pernah terekspos di blog saya.

Sabtu, 27 Oktober 2018

Selasa, 23 Oktober 2018

Ketika Kau Kembali

Apa yang semesti terucap ketika sebuah tanya menguak
menatapmu; tiada sepercik pun bahagia
entah serupa riak riak letupan sesal; seumpama pula pendaman kesal
menilisik wujudmu yang tetiba merasuk kenangan

Sabtu, 20 Oktober 2018

About You and Me


Sesuatu itu tentang kenangan yang entah kusebut apa
Menari, berdansa, berpelukan dalam memori
Berputar, membungkus patahan ingatan muram dengan selendang serenade
Lincah selipkan berjuta kilau romansa
Sesuatu itu entah semesti kupanggil apa
Sedang harumnya lembabkan pori kering yang terpalung;
Sudikah ia kunamai cinta?

Bandung, 211018

Rabu, 17 Oktober 2018

Putri Tujuh



Cerita Rakyat Dari Provinsi Riau
Putri Tujuh
Oleh : Yola Widya

Dahulu kala, di Provinsi Riau ada sebuah kerajaan yang bernama Sri Bunga Tanjung. Kerajaan itu di pimpin seorang ratu. Ratu Cik Sima memiliki tujuh orang putri yang sangat terkenal kecantikannya. Putri tujuh adalah kebanggaan Kerajaan Sri Bunga Tanjung. Adapun yang paling terkenal kemolekannya adalah putri bungsu yang bernama Mayang Sari. Putri Mayang Sari di beri julukan Mayang Mengurai oleh rakyatnya. Karena selain cantik, ia juga memiliki rambut indah yang panjang terurai.

Pada suatu hari, Pangeran Empang Kuala melewati daerah kerajaan Sri Bunga Tanjung. Karena lelah, ia dan rombongannya bermaksud istirahat sejenak di sungai. Alangkah terkejutnya sang pangeran ketika mengetahui ada tujuh putri yang sedang berendam di lubuk Sarang Umai. Terdengar senda gurau mereka olehnya. Diam-diam ia mengamati putri yang paling cantik. Yang tak lain adalah Putri Mayang Mengurai.

"Putri cantik di Lubuk Umai ... ," gumamnya, "di Umai ... di Umai ... di Umai."

Demikian sang pangeran berkali-kali menyebut "di Umai". Rupanya ia telah telah jatuh cinta pada Putri Mayang Mengurai.

Kamis, 11 Oktober 2018

Sepucuk Cinta Untuk Ayah

Pap, tunggu sebentar jangan dulu berlalu....
Aku ingin mengatakan sesuatu yang terpendam selama ini, penyesalanku yang selama ini tak sempat kuucapkan. Betapa bodohnya aku, tak bisa membahagiakanmu walau dengan hal termudah sekalipun. Sesalku, tak memaksa diri untuk menyempatkan waktu mendampingimu dikala sakit. Betapa egoisnya aku membiarkanmu terbaring kesakitan dan kesepian. Sedangkan yang kau inginkan adalah kehadiran kami, anak-anakmu.
Pap, Yasin itu selalu tergeletak di tempat yang sama. Dan aku selalu  melewatinya begitu saja tanpa berusaha meraihnya. Sedangkan hatiku setiap saat bergejolak, meneriakkan keinginannya untuk menghadiahimu surat terindah dalam kitab-Nya. Ah, betapa kesibukan berhasil memenangkan sisi egoisku. Hari demi  hari berlalu,  dan Yasin itu tetap diam tanpa sempat kubacakan untukmu.
Ya, Pap... tetaplah disitu. Lihatlah anakmu ini yang berusaha menghapus airmatanya. Berusaha menahan semua pilu. Aku tak bisa tanpamu, takkan pernah bisa. Pap, aku sering mencari sosokmu di antara mereka. Aku rindu melihatmu  berdiri di depan gedung kantorku.

Minggu, 09 September 2018

Curug Cisawer

Hai, sahabat traveler sudahkah menemukan destinasi baru? Atau masih  kebingungan dengan tempat wisata yang itu-itu saja? Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Seperti yang sahabat traveler ketahui, di setiap daerah pasti saja ada destinasi keren yang layak dikunjugi. Kali ini, perjalanan ke Kota Moci tanpa sengaja menggiring ke sebuah tempat tak terlupakan. Curug Cisawer, air terjun memesona di Kecamatan Kadudampit Sukabumi.

            Sempat  bingung  waktu diajak ke curug ini. Karena  yang terpatri jelas di otak itu hanya seputar Salabintana dan Pondok Halimun saja selama ini, tentunya selain dari Pelabuhan Ratu. Ternyata Sukabumi memiliki tempat wisata yang  beragam. Salah satunya adalah Curug Cisawer di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten  Sukabumi.


Curug Cisawer

Selasa, 21 Agustus 2018

KEMBALIKAN MASA KECILKU


.
Bumiku berduka
Kala para bocah gembala
Kehilangan tawa
Di tengah dunia
.
Dia melamun,ingatannya merekam jelas
Tubuh sang bunda tertimbun, lemas
Tewas
Akibat gempa ganas
.
Kemudian dia menangkap tanya
Dimanakah langit biru di sana?
Dimanakah burung dara
Yang dulu sering hinggap di jendela
.
Taman bermainnya
Telah rata, tak bersisa
Riang dan tawa
Mendadak jadi air mata
.
Di bawah senja
Dia berdoa dalam tangisnya
Tuhan, kembalikan lagi taman mungilku
Kembalikan masa kecil indahku
.

Jember, 7 Agustus 2018

Dwi_Optimis_


Minggu, 19 Agustus 2018

DAMPU AWANG



           Dampu Awang terkenal karena kepiawaiannya sebagai pelaut. Dia pun seorang pedagang yang handal. Karena kehebatannya itu, Dampu Awang diberi penghargaan oleh kaisar China. Salah satunya, diperkenankannya dia untuk berlayar dan berniaga ke negara lain. Kemudian diceritakan Dampu Awang mendatangi Lasem untuk berniaga. Daerah perniagaannya di sekitar Pelabuhan Lasem.
            Kedatangannya disambut baik oleh penduduk Lasem. Terlebih lagi karena keramahan Dampu Awang yang disukai oleh mereka. Dampu Awang  tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekali lagi dia membuktikan kehebatannya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi dirinya untuk menjadi sukses dan menguasai  perdagangan Lasem.
            Lambat laun sikap Dampu Awang berubah. Kekayaan dan kesuksesan telah membuatnya sombong. Dia pun memperlakukan para pedagang kecil dengan semena-mena. Rupanya kelakuan Dampu Awang itu sampai  ke telinga Sunan Bonang. Lasem pada saat itu terkenal sebagai daerah yang religius. Dan Sunan Bonang adalah orang yang dituakan pada waktu itu.
            Karena banyak yang mengeluh akan kelakuan Dampu Awang, akhirnya Sunan Bonang memutuskan untuk mendatangi Dampu Awang. Dia membawa serta beberapa orang santrinya. Sunan Bonang akhirnya sampai  di kediaman Dampu Awang yang megah. Kedatangannya  disambut dua pengawal gerbang yang  tak ramah.
“Siapa kalian berani-beraninya mendatangi tempat ini?!” seru seorang pengawal.
Pengawal  yang lain pun menghina Sunan Bonang dan para santrinya. “Rakyat biasa tak diizinkan masuk ke dalam!!”
Para santri sangat marah dengan kelakuan kedua pengawal yang sombong. “Apa kalian tak kenal orang yang dituakan di  Lasem ini?” seorang santri membalas  dengan garang.
Kedua pengawal itu terkejut dengan sikap para santri yang seolah  siap berperang. Akhirnya salah seorang pengawal masuk untuk memberitahu majikannya. Dampu Awang sangat heran ketika mengetahui tamunya adalah Sunan Bonang. Dia pun memerintahkan kedua pengawalnya untuk mengizinkan mereka masuk.
“Wahai yang dituakan, apa gerangan maksud kedatanganmu ini?” Dampu Awang meyambut para tamunya dengan basa-basi.
Sunan Bonang tak ingin berbicara yang tak perlu. Dia langsung ke pokok permasalahan. “Wahai Dampu Awang, aku banyak menerima keluhan dari penduduk Lasem. Kelakuanmu yang semena-mena telah  membuat mereka  tersinggung!”
Dampu Awang memukul lengan kursinya. “Apa maksudnya ini?”
“Kau telah berlaku tidak baik pada para pedagang kecil di  Lasem!” Sunan Bonang kembali  menegaskan perkataannya.
“Kurang ajar! Mereka berkata hal yang tidak benar!” Dampu Awang rupanya tersinggung dengan kenyataan yang didengarnya.
“Pengawal usir mereka!!”
Para santri Sunan Bonang langsung bersiaga.”Hei Dampu Awang, jangan sombong kau! Kalian adalah pendatang, kami berhak  mengusir kalian kapan saja!”
Dampu Awang semakin marah mendengar perkataan para santri. Sontak pedagang itu bangkit dari kursinya. “Tak perlu  mengusirku! Kalau guru kalian itu bisa mengalahkanku, dengan senang hati aku akan pergi dari sini!” serunya lagi.
            Sunan Bonang sebenarnya tak ingin bertarung. Namun demi mempertahankan kehormatan Lasem dia pun terpaksa menerima tantangan itu. Kemudian sunan pun menceritakan kejadian di kediaman Dampu  Awang pada santri-santrinya yang lain. Ternyata mereka bersemangat  untuk ikut membela Lasem. Mereka bertekad untuk mengusir Dampu Awang.
            Keesokan pagi, kapal-kapal besar Dampu Awang mulai berlabuh di pantai Bonang dekat pondok Sunan Bonang. Mereka bersenjatakan lengkap. Sedangkan Sunan Bonang dan para santrinya mengenakan sorban putih dan memegang tasbih. Pasukan Dampu Awang memandang remeh Sunan Bonang dan para santrinya. Mereka kemudian dengan semena-mena menembakkan meriam pada pasukan bersorban itu. Santri Sunan Bonang banyak yang meninggal karenanya.
            Namun para santri itu pantang menyerah. Akhirnya mereka malah berhasil naik ke kapal-kapal besar itu. Pertempuran semakin hebat karena ternyata para santri itu petarung yang terlatih. Sementara itu, Dampu Awang yang melihat kapalnya  berhasil diambil alih jadi sangat marah. Dia kemudian mengeluarkan seluruh kesaktiannya untuk menyerang Sunan Bonang. Kesaktian mereka  berdua ternyata seimbang. Langit Lasem terhalang oleh jurus-jurus sakti mereka ketika berperang di  udara.
            Kemudian pada satu kesempatan Dampu Awang turun ke kapalnya. Rupanya ia ingin membantu pasukannya yang mulai terdesak oleh para santri. Sunan Bonang yang melihat lawannya terbang turun langsung merubah siasatnya. Dia pun terbang ke atas bukit Bonang. Dari atas bukit, Sunan mengerahkan seluruh kesaktiannya untuk menghancurkan kapal. Kapal besar itu pun hancur dihantam ajian Sunan Bonang. Puing-puingnya berhamburan hingga ke Rembang.
            Sunan Bonang menyadari kesaktiannya berimbang dengan Dampu Awang. Akhirnya dia pun mengusulkan cara lain.
“Hei Dampu Awang! Tampaknya pertarungan ini tak akan ada akhirnya. Sekarang lihatlah jangkar kapal yang hancur itu! Jika kau berhasil membuatnya tenggelam maka kau yang  menang. Sebaliknya bila aku berhasil membuatnya terapung, maka aku yang menang.”
“Bodoh sekali dirimu membuat taruhan yang semudah itu!” Dampu Awang tertawa meremehkan Sunan Bonang.
Kemudian dia mengerahkan ajiannya sambil meneriakkan kata “kerem” yang artinya tenggelam. Sementara Sunan Bonang meneriakkan kata “kemambang” yang berarti terapung. Terus seperti itu hingga jangkar turun naik dengan cepat akibat ajian dari keduanya. Sampai akhirnya jangkar itu “kemambang”. Walaupun Dampu Awang meneriakkan “kerem” berkali-kali, tetap saja benda itu terapung.
            Akhirnya Dampu Awang mengakui kekalahannya. Dia dan pasukannya keluar dari Lasem menuju Semarang. Sunan Bonang kemudian menamai tempatnya bertarung “Rembang”. Sebagai tanda mengenang peristiwa “kerem” dan “kemambang” jangkar kapal. Adapun puing-puing kapal yang berhamburan kelak dikenang dengan nama-nama tertentu. Layarnya yang membatu dinamai Bukit Layar. Tiangnya menancap dekat pasujudan Sunan Bonang. Adapun lambungnya tengkurap dan dinamai Gunung Bujel.
***

Minggu, 29 Juli 2018

Ustad dan Tiga Pemuda


Pak Andi tinggal di sebuah desa kecil yang kaya akan hasil bumi dan peternakan. Seperti layaknya penduduk Desa Ciherang lainnya, ia pun memiliki sawah garapan dan hewan ternak. Sayangnya, usia yang renta tak bersahabat dengan semangat hidupnya. Sakit karena tua mulai menghambat kesibukannya. Sadar takdir tak dapat diramal, ia pun berencana membagi warisan pada tiga anaknya.

Dwi, Dhio dan Alvi adalah tiga putra kebanggaannya. Dan bapak tua itu ingin membagi tujuh dombanya dengan rata kepada mereka. Tujuh domba dengan milyaran kebijaksanaan yang ia selipkan di dalamnya. Suatu hari, diujung napasnya bapak tua itu memanggil ketiga anaknya.

"Ujang kadarieu sakedap," panggil Pak Andi. Suaranya putus-putus hampir tenggelam disuara serangga malam.

Sontak ketiga pemuda itu beranjak dari tikar anyaman. Mendekati Pak Andi yang sedang bergumul dengan sakaratul maut.

"Aya naon bapa?" sahut Dwi pelan. Didekatkannya bibirnya ke telinga ayahnya itu.

Dhio dan Alvi duduk bersimpuh mengelilingi pembaringan ayah mereka. Dengan khidmat bersiap mendengarkan amanat Pak Andi.

Pak Andi berusaha mengumpulkan napasnya. "Bapa tidak punya apa-apa. Sawah kalian garap sama-sama, hasilnya harus dibagi rata."

Dwi sebagai anak tertua mencatat amanat ayahnya itu diingatannya.

"Domba oge ngan aya tujuh," lanjut Pak Andi, "Bagi adilnya Dwi ... setengah untukmu, seperempat untuk Dhio dan seperdelapan untuk Alvi."

Kening ketiga pemuda itu berkerut ketika  mendengar kata 'bagi adilnya Dwi'. Sedangkan domba-domba itu berjumlah ganjil. Sayangnya mereka tak sempat bertanya. Ayah mereka menghembuskan napas terakhir bertepatan dengan adzan awal.

Sepeninggal Pak Andi, ketiga pemuda itu jadi sering bersitegang. Mereka kukuh dengan pendapat masing-masing.

"Kita jual saja ketujuh domba itu. Hasilnya baru kita bagi sesuai amanat bapa!" tandas Dhio.

"Aku tak setuju!" tukas Alvi, "Amanat bapa membagi domba bukan membagi uang!"

Dwi sebagai anak tertua berusaha memberikan saran terbaik. "Kita biarkan saja domba-domba itu beranak hingga berjumlah genap," ujarnya kemudian.

"Itu terlalu lama!!" seru Dhio dan Alvi bersamaan. Mereka tak setuju dengan saran Dwi.

Percekcokan itu jadi hiburan baru bagi penduduk Desa Ciherang. Mereka pun sama bingungnya dengan ketiga pemuda itu.

Hingga suatu hari lewatlah seorang ustad dan muridnya ke desa itu. Mereka berdua pengembara yang bermaksud beristirahat sejenak di desa yang sejuk itu. Ustad Dirsya terkenal dengan kebijaksanaannya. Sedangkan muridnya Saivul, seorang pemuda lugu yang sangat taat beribadah.

Penduduk desa menyambut kedua pengembara itu dengan ramah. Bahkan tetua desa meminta sang ustad untuk menasehati ketiga pemuda yang bersiteru terus itu. Tetua desa yakin dengan kebijaksanaan yang dimiliki Ustad Dirsya, masalah tujuh domba ini bisa diselesaikan. Dan Desa Ciherang akan kembali tenang tanpa suara-suara cekcok.

Ustad Dirsya menyanggupi permintaan tetua desa. Setelah cukup beristirahat, ia dan muridnya pergi mendatangi kediaman almarhum Pak Andi. Di tempat itu ia mendapati ketiga putra Pak Andi sedang bersitegang di dekat kandang domba.

"Assalammu'alaikum!" ustad Dirsya mengucapkan salam.

Dwi, Dhio dan Alvi dengan gugup menjawab salam Ustad Dirsya. Rupanya kemunculan tiba-tiba guru dan murid itu membuat mereka terkejut.

"Punteun, bapak siapa yah?" Dwi spontan bertanya mewakili kedua saudaranya.

"Panggil saja pa ustad!" jawab Ustad Dirsya. Suaranya yang dalam membuat ketiga pemuda itu tak berani bertanya lagi.

"Saya diminta tetua desa datang kemari. Katanya kalian kesulitan membagi warisan karena berjumlah ganjil." ucap Ustad Dirsya melanjutkan.

Ketiga pemuda itu kemudian berebutan menceritakan amanat ayah mereka. Ketujuh domba itu benar-benar membuat mereka pusing.

Ustad Dirsya tersenyum-senyum mendengar cerita mereka. Sedangkan Saivul muridnya terlihat sama bingungnya dengan ketiga pemuda itu. Keluguannya tak mampu mencerna pesan sesungguhnya dari Pak Andi.

"Sok sekarang ikat ketujuh domba itu di pagar bambu!" Ustad Dirsya memerintah sambil menunjuk pagar yang membatasi rumah Pak Andi dengan tetangganya.

Ketiga pemuda itu pun menuruti perintahnya tanpa banyak tanya.

"Sok ikat juga si Saivul!" perintah pak ustad itu lagi.

"Abdi??" Saivul menunjuk dirinya sendiri dengan heran.

Ustad Dirsya mengangguk tegas. Lagi-lagi ketiga pemuda itu menuruti perintahnya. Sekarang yang terikat di pagar bambu itu tujuh ekor domba ditambah satu orang Saivul. Bila dijumlahkan jadi genap delapan.

"Sok Dwi ambil setengah bagianmu!" perintah pak ustad.

Dwi bergegas mengambil empat ekor domba.

"Ayeuna kamu Dhio. Ambil seperempat bagianmu!"

Dengan sigap Dhio mengambil dua ekor domba.

"Tah Alvi ambil seperdelapan bagianmu!"

Setengah berlari Alvi menuju pagar bambu. Kemudian dia membawa seekor domba.

"Nah, sekarang kalian masing-masing sudah mendapat bagian kan?" Ustad Dirsya bertanya dengan nada menggoda.

Ketiga pemuda itu mengangguk sambil berusaha mencerna apa yang terjadi.

"Pa ustaaad ... abdi kumaha ieu teh?" Saivul memanggil-manggil dengan putus asa.

"Kadieu atuh! Sayang kamu bukan domba jadi tak ada yang memilihmu hahaha," Ustad Dirsya terbahak menyaksikan Saivul yang berusaha membuka ikatannya.

Ustad Dirsya mendapatkan penghormatan yang setinggi-tingginya dari tetua dan penduduk Desa Ciherang. Mereka kemudian mengantar kepergian ustad dan murid pengembara itu keesokan harinya. Desa Ciherang pun kembali tenang seperti sediakala.

Sementara itu Saivul yang lugu masih tak paham dengan apa yang terjadi. Sepanjang perjalanan tak hentinya jari-jarinya menghitung jumlah pembagian domba.

"Ustad, kenapa atuh saya diikat kalau ternyata jumlah yang dibagi itu tetap tujuh?" protesnya kemudian.

"Hahaha mungkin sudah takdirmu merasakan terikat seperti domba!" Ustad Dirsya tertawa.

"Seringkali karena nafsu kita tak bisa menilai sesuatu dengan pikiran jernih." ucapnya kemudian.

Saivul berusaha keras memecahkan kebijaksanaan terselubung itu. Keluguannya tak mampu merangkai makna sebenarnya dari kejadian kemarin. Yang ia pahami, sebenarnya tidak ada masalah yang patut dipermasalahkan dari pembagian domba itu.

Dan di sebuah teras tampak tiga orang pemuda yang sedang termenung. Kopi-kopi hitam mendingin di udara sore desa. Mereka terdiam, memaknai percekcokan mereka yang sia-sia. Karena sebenarnya mereka telah memikirkan yang tak perlu dipikirkan. Dan meributkan hal yang tak perlu diributkan. Semuanya tampak sederhana sekarang, karena ketiga pemuda itu telah merubah sudut pandang mereka, jadi lebih sederhana.

   ***********************

Ujang kadarieu sakedap! = anak-anakku kemarilah!

Aya naon bapa? = ada apa bapa?

Domba oge ngan aya tujuh = domba juga cuma ada tujuh

Abdi kumaha ieu teh? = saya gimana nih?

Kadieu atuh! = kesini!


Minggu, 22 Juli 2018

ASAL MULA SELAT BALI


             Diceritakan tinggallah seorang resi di perbatasan Banyuwangi dan Bali. Resi Begawan dikenal oleh penduduk di sana karena kesaktiannya. Sayangnya ia memiliki seorang putra yang bertabiat buruk. Padahal sang resi dan istrinya telah berusaha mendidik putra mereka sebaik mungkin. Manik Angkeran sangat gemar berjudi. Hampir setiap hari ia mengadu ayam  dengan taruhan uang. Dan bukan hal yang aneh jika terdengar keributan dari tempat tinggal Resi Begawan. Manik Angkeran selalu meminta ayahnya membayar hutang ketika dirinya kalah berjudi.
“Tak bosannya Kau merepotkan orang tua!”  Resi Begawan berkacak pinggang. Wajahnya terlihat sangat marah.
Manik Angkeran berlutut, “Sekali ini lagi saja Ayah. Aku berjanji takkan berjudi lagi!”
Resi Begawan dan istrinya sangat kesal dengan kelakuannya. Walaupun telah dinasehati, Manik Angkeran selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Sang Resi menatap putranya dengan kecewa, “Aku sangat malu dengan kelakuanmu! Baiklah sekali ini lagi saja aku akan  menolongmu.”
Manik Angkeran sangat gembira. Ia tahu jika ayahnya akan selalu bisa diandalkan.  Selama ini hutang-hutangnya selalu ditutupi oleh ayahnya itu. Ia yakin orang tuanya memiliki simpanan yang banyak karena selalu melunasi hutang judinya.
            Sementara itu sang resi selalu  menghilang setiap menyanggupi akan melunasi hutang anaknya. Seringkali Manik Angkeran penasaran kemana ayahnya pergi.  Sedangkan ibunya tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan setiap ditanya tentang ayahnya itu.
“Jangan sampai anak kita tahu kemana aku pergi!” selalu hal itu yang dikatakan Resi Begawan pada istrinya.
Istri sang resi mematuhi perintah suaminya. Ia selalu menutupi kepergian suaminya setiap Manik Angkeran bertanya. Mereka khawatir kelakuan buruk Manik Angkeran semakin menjadi jika mengetahui rahasia  besar  sang resi. Rahasia ini kemudian tersimpan rapi selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari Manik Angkeran melakukan kesalahan besar. Rupanya dia tak pernah berhenti berjudi. Dan hari itu ia mengalami kekalahan. Manik Angkeran harus membayar hutang dengan jumlah yang sangat banyak.
Resi Begawan marah besar ketika Manik Angkeran datang dan meminta dirinya untuk kembali membayar semua hutangya. “Bukankah Kau telah berjanj takkan berjudi  lagi?” teriaknya marah.
Manik Angkeran menggigil ketakutan. Tapi ia lebih takut akibat yang akan diterimanya jika tak segera membayar hutang. “Kali ini benar-benar yang terakhir ayah!” jawabnya pelan.
“Benar-benar anak tak tahu diuntung!” Resi Begawan sangat murka.
Istrinya kemudian ikut berlutut dihadapannya, “Engkau resi yang bijaksana. Tolonglah anakmu, kasihani dia.  Nyawanya terancam jika hutangnya tak segera dilunasi,” isak istrinya.
Tapi hati Resi Begawan tak bisa dibujuk. Ia tetap tak mau membayar hutang Manik Angkeran. Istrinya sangat kecewa dan sedih dengan keputusannya itu. Melihat kesedihan istrinya, hati sang resi lambat laun luluh. Ia kemudian memanggil Manik Angkeran.
“Kali ini aku masih mau berbaik hati padamu. Tapi setelah ini jangan harap aku mau menolongmu lagi.” Resi Begawan berkata  tajam pada anaknya.
Manik Angkeran sangat gembira karena ayahnya berubah pikiran. Di samping itu rasa penasarannya semakin besar. Hutang yang harus dibayar kali ini jumahnya dua kali lipat dari  hutang-hutang yang lalu. Ia semakin yakin bila orang tuanya menyimpan harta kekayaan yang banyak di suatu tempat. Akhirnya Manik Angkeran memutuskan mengikuti ayahnya diam-diam. Hatinya semakin heran karena ternyata ayahnya berjalan hingga melewati perbatasan. Ia mengikuti terus sang resi hingga ke sebuah gunung di Bali.
            Resi Begawan sangat sedih  dengan kelakuan Manik Angkeran. Ia bertekad ini yang terakhir kalinya ia menolong anaknya itu. Dia berjalan terus hingga sampai ke Gunung Agung tempat sahabatnya Naga Besukih tinggal. Ia kemudian mengeluarkan sebuah genta kecil ketika memasuki gua kediaman sang naga. Suara genta bergema dalam gua yang tak terlalu terang itu. Awalnya tak terdengar apa-apa ketika genta berbunyi satu kali. Resi  Begawan kemudian menggoyang gentanya lagi. Tak lama kemudian terdengar suara. Bayangan hitam tampak di dinding gua. Tiba-tiba hawa panas terasa di kulit sang resi.  Manik Angkeran gemetar ketakutan dari balik bebatuan ketika sang naga memperlihatkan wujudnya.
“Ada apa lagi kau memangggilku?” suara berat dan menakutkan bergema di gua,
“Aku  ingin kau menolongku lagi wahai naga yang perkasa!” seru Resi Begawan.
Naga Besukih mendengus, “Aku bosan menolong anakmu yang tak berbakti itu!” suaranya terdengar kesal.
Resi Begawan tahu Naga Besukih tak suka pada anaknya yang suka berjudi  itu. Tapi ia berusaha keras membujuknya.
Sang naga akhirnya luluh, “Baiklah, aku akan menolongmu,” ucap sang naga mengalah.
Naga Besukih kemudian berputar dan menggoyangkan badannya. Cahaya remang memperlihatkan sisik di lehernya yang penuh oleh uang logam. Sedangkan ekornya dipenuhi intan dan emas batangan. Manik Angkeran sangat terpesona ketika menyaksikan harta yang berjatuhan dari tubuh sang naga. Resi Begawan kemudian kembali ke Banyuwangi setelah mendapatkan uang untuk membayar hutang judi anaknya.
            Sifat serakah Manik Angkeran membuatnya ingin memiliki harta yang menempel di tubuh Naga Besukih. Ia ingin mengambil batangan emas dan intan yang terdapat di ekor naga. Kemudian dia pun mengambil genta ayahnya diam-diam. Dan tanpa sepengetahuan orang tuanya dia pergi ke Gunung Agung.
Manik Angkeran dengan semangat menggoyangkan gentanya ketika memasuki gua tempat tinggal naga. Tubuhnya mendadak tegang ketika bayangan hitam itu terlihat lagi di dinding gua.
“Siapa Kau?” suara Naga Besukih menggelegar. Mata merahnya menusuk tajam.
Manik Angkeran gemetar, “Aku anak dari Resi Begawan. Aku diutus oleh ayahku untuk meminta pertolongan padamu.”
Naga menggeram. Napasnya terasa panas dikulit Manik Angkeran. Naga Besukih merasa ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi pemuda didepannnya itu  memegang genta sang resi. Pasti memang Resi Begawanlah yang mengutusnya datang.
“Katakan apa maumu!” seru Naga Besukih kemudian.
“Aku membutuhkan uang logam yang banyak!” jawab Mani Angkeran bersemangat.
Naga dengan enggan memutar tubuhnya. Dan mulai menggoyangkan badannya agar sisik di lehernya berjatuhan. Tanpa disadarinya, Manik Angkeran mengendap perlahan di belakangnya. Kemudian pemuda serakah itu memotong ekor sang naga dengan sebuah pedang. Naga Besukih meraung kesakitan. Ia menyemburkan api ke segala arah.  Manik Angkeran sangat ketakutan. Ia tak menyangka naga itu memiliki semburan api. Ia berusaha menghindar sekuat tenaga.  Tapi  malang nasibnya, ia kemudian berubah menjadi  abu setelah terkena api sang naga.
            Resi Begawan sangat khawatir ketika mendengar raungan Naga Besukih. Ia bergegas pulang untuk mengambil gentanya. Betapa  terkejut dirinya ketika mendapati genta itu telah hilang. Sang resi langsung menduga bila Manik Angkeran yang telah mengambilnya. Kemudian dengan segera ia menyusul anaknya ke Gunung Agung. Betapa sedih hatinya ketika mendapati anaknya itu telah menjadi abu.
“Kumohon hidupkan kembali anakku dengan kesaktianmmu, wahai naga yang agung!” serunya memohon dengan sangat.
Naga Besukih yang kesakitan menjawab dengan marah. “Anakmu bodoh! Ia menginginkan harta di ekorku untuk berjudi!” raungnya.
“Aku akan menyambung ekormu kembali dengan syarat Kau hidupkan kembali dia!” seru sang resi. Ia tahu kesaktian Naga Besukih bisa meghidupkan kembali yang terkena semburan apinya.
Naga Besukih meraung marah, “Aku akan hidupkan dia lagi asal kau menjaganya untuk  tidak berjudi!”
Resi Begawan menyanggupinya. Ia kemudian menyambung kembali ekor Naga Besukih. Dan sang naga pun menepati janjinya dengan menghidupkan kembali Manik Angkeran. Pemuda itu sangat senang bisa hidup lagi. Dia kemudian berjanji pada ayahnya untuk benar-benar bertobat. Resi Begawan senang anaknya telah sadar. Ia lalu mengajak pemuda itu untuk pulang. Ketika tiba di perbatasan Banyuwangi dan Bali tiba-tiba resi itu menancapkan  tongkatnya.
“Apa yang Ayah lakukan?” seru Manik Angkeran keheranan.
Resi Begawan tak menjawab. Tak lama kemudian ia mencabut tongkat saktinya. Dari lubang tancapan tongkatnya itu keluar semburan air. Air yang memancar deras dari lubang itu semakin lama semakin lebar hingga memisahkan ayah dan anak itu.
“Tinggallah Kau di Bali anakku! Aku takut bila kau ikut denganku akan kembali lagi berjudi!” seru Resi Begawan.
Manik Angkeran tak bisa berbuat apa-apa ketika melihat sang resi pergi meninggalkan dirnya. Sementara itu air yang menggenang semakin lebar. Dan lama kelamaan membentuk sebuah selat. Selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali itu kemudian dinamai Selat Bali.
***

Sabtu, 14 Juli 2018

Eat Clean Sebagai Gaya Hidup

Problema manusia metropolitan saat ini adalah waktu. Mobilitas yang tinggi menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Perputaran kegiatan yang cepat mengharuskan kita melakukan kegiatan dengan efektif dan efisien. Celakanya hal itu merembet ke pola hidup. Waktu untuk mengelola tubuh agar tetap sehat jadi terabaikan. Olahraga jadi sesuatu hal yang mahal. Makanan instan dan _junkfood_ pun jadi solusi setiap hari. Tanpa disadari kita berubah jadi manusia 'kemasan'. Makanan dan minuman dengan label gizi yang dipertanyakan jadi penghias sudut rumah kita.

Saya sempat terkecoh dengan dengan istilah eat clean. Selintas dalam pikiran muncul pemahaman jikalau istilah itu adalah sejenis diet. Saya baru paham arti istilah itu setelah melalui berbagai proses interaksi dengan internet dan para pelaku eat clean. Ternyata eat clean bukanlah diet. Tapi merupakan metode makan sebagai gaya hidup, seperti yang dilansir pada Fitday.com. Kemudian apa hubungannya metode tersebut dengan perilaku manusia metropolitan? Bisa digarisbawahi, ternyata gaya hidup tidak sehat kita solusinya adalah eat clean.

Gaya hidup dan pola makan tidak sehat jadi 'teman' bagi kita para pemburu waktu. Tanpa disadari,  kita telah menabung penyakit dengan perilaku tersebut. Obesitas dan istilah-istilah penyakit yang asing di telinga mulai jadi list panjang di memo. Kemudian solusi diet pun jadi pilihan untuk menyeimbangkan fungsi dan metabolisme tubuh. Sayangnya setelah tujuan tercapai, diet pun ditinggalkan.

Adapun eat clean bukanlah diet. Diet akan selesai bila berat badan telah turun. Tapi eat clean dilakukan seterusnya. Karena dia merupakan metode makan, yang mengharuskan seseorang mengonsumsi makanan alami tanpa proses memasak yang lama. Bila dipelajari lebih lanjut, ternyata metode ini merupakan gabungan dari berbagai jenis diet.  Adapun jenis diet yang sudah populer di kalangan masyarakat seperti:

- Diet nasi putih

Diet ini bertujuan mengganti konsumsi nasi putih dengan nasi merah, kentang, jagung, ubi, singkong dan pangan lainnya yang mengandung karbohidrat.

- Diet Mayo

Diet ini bertujuan mengonsumsi makanan tanpa garam dan gula. Makanannya pun diolah sebisa mungkin dengan cara direbus dan dikukus.

- Diet GM

Diet ini dicetuskan oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan kesehatan pekerjanya. General Motor mencanangkan pola makan tujuh hari dengan menu makanan yang berbeda setiap harinya. Yang isinya cenderung ke nasi merah, susu, buah dan sayuran. Diet ini baik dilakukan sebagai detoksasi tubuh. Dan bisa diulangi bila dirasa perlu.

- Food Combining

Diet ini cenderung memaksimalkan konsumsi buah-buahan dan makanan yang berserat tinggi.

- Diet Rendah Lemak

Diet ini sangat menghindari makanan yang berlemak tinggi. Seperti daging merah, kacang-kacangan, dan susu. Susu bisa diganti dengan yang rendah lemak.

- Diet Tinggi Lemak

Diet ini cocok bagi yang menginginkan tubuh lebih berisi. Tentunya harus disertai konsultasi menu makanan yang tepat dengan pakarnya.

- Diet Protein

Diet protein ini bertujuan mengonsumsi makanan berprotein dalam jumlah tertentu untuk menunda rasa lapar. Protein membuat rasa lapar kita lambat datangnya.

Clean eat sendiri berprinsip mengonsumsi makanan yang segar dan melalui proses pemasakan yang baik. Prinsip utamanya adalah tidak mengonsumsi makanan kemasan dan makanan segar merupakan hal yang paling utama. Yang dimaksud makanan segar adalah makanan yang kandungan vitamin dan nutrisinya masih utuh. Dan semua nutrisi itu penting untuk menginduksi kekebalan dan meningkatkan kesehatan tubuh. Bisa Saya tekankan bila membeli makanan di pasar tradisional lebih dianjurkan dalam metode ini daripada pasar modern. Dan disiplin dalam gaya hidup adalah mutlak dalam eat clean.

Adapun hal-hal di bawah ini adalah yang harus diperhatikan dalam metode ini.

1. Konsumsi makanan segar.

2. Memperbanyak konsumsi buah dan sayuran.

3. Konsumsi karbohidrat kompleks sebagai sumber makanan pokok (roti, gandum, nasi merah). Dan juga makanan tinggi protein agar dapat menahan rasa lapar lebih lama.

4. Selalu perhatikan nilai gizi pada label makanan. Bila lebih dari satu zat aditif, sebaiknya dihindari. Pembatasan kadar natrium dan gula sangat penting dalam metode ini (2300 mg).

5. Perhatikan porsi dan jam makan

Pemilihan jenis, porsi dan waktu makan yang teratur sangat diperhatikan dalam clean eat. Yang dianjurkan adalah makan dengan porsi-porsi kecil. Hal ini bisa membantu menahan lapar.

6. Minum air mineral

Dianjurkan minum dua atau tiga liter air mineral dalam sehari. Selain dapat terhindar dari dehidrasi. Air merupakan perantara dalam proses pencernaan.

Manfaat clean eat sangat besar bagi yang menerapkannya. Pengurangan berat badan diperoleh secara signifikan dengan metode ini. Proses metabolisme yang lancar karena konsumsi air mineral dan bahan alami,  memudahkan penambahan energi. Bahan-bahan yang dicerna ini akan membuat tubuh lebih sehat. Dan berpengaruh besar pula terhadap kesehatan kulit dan rambut (kecantikan). Sangat jelas bila metode ini bisa dijadikan solusi dari kerusakan gaya hidup manusia milenia.

Sayangnya eat clean tidak cocok untuk anak-anak. Karena dalam metode ini ada pengurangan pada asupan karbohidrat. Sedangkan karbohidrat merupakan bahan bakar utama bagi otot dan otak bayi, balita dan anak-anak. Pembatasan  karbohidrat dan asupan kalsium dapat memperlambat pertumbuhan anak serta kekuatan tulang mereka. Metode ini akan cocok diterapkan pada anak yang memiliki penyakit celiac. Dimana tubuh penderitanya rentan gluten. Adapun gluten adalah protein yang terdapat dalam biji-bijian seperti gandum, gandum hitam dan jelai (barley).

Dari paparan di atas saya dapat menarik garis bahwa eat clean memang sebuah solusi untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Metodenya yang merupakan gabungan dari berbagai jenis diet, menjadikannya sebuah metode makan yang patut dipraktekkan. Bisa dikatakan pula gaya hidup sehat ini sudah tak asing bagi kita. Prinsip metode ini hampir sama dengan prinsip gizi seimbang yang dianjurkan pemerintah. Satu hal lagi, dalam eat clean konsumsi suplemen tambahan gizi sangat dihindari. Karena sebenarnya zat gizi itu akan kita peroleh dari makanan segar yang kita konsumsi. Pada dasarnya dengan prinsip back to nature, metode ini patut menjadi acuan gaya hidup sehat kita.


Sumber:
-Vemale.com
-Kompas.com
-artikel-artikel terkait
-narasumber terpercaya

#tugas_esai_

Sabtu, 07 Juli 2018

Kampung Cai - Backpacker


Hai sahabat traveler, bagaimana dengan liburan kali ini? Sudah menemukan tempat wisata asyik, ataukah masih dalam tahap mencari? Kalau masih bingung, kalian bisa coba jelajahi daerah Bandung selatan. Di sana banyak sekali pilihan tempat berlibur. Atau ingin mencoba sesuatu yang berbeda, seperti berkemah? Yuk, kita kunjungi salah satu tempat berkemah terasyik di Ciwidey.


Ciwidey memiliki destinasi wisata yang beragam. Untuk tempat berkemah saja ada berbagai pilihan.  Salah satunya adalah Kampung Cai. Tempat perkemahan ini sangat lengkap. Kalian bisa mendapatkan kolam renang air hangat, penangkaran rusa dan tempat outbond menarik di sana. Bagi yang tak mau repot membawa perlengkapan kemping pun, bisa langsung menyewa di tempat.

Kampung Cai terletak di dekat kawasan wisata Kawah Putih dan pemandian air panas Cimanggu. Sebenarnya wisata kemping ini dapat ditempuh dengan waktu yang relatif tidak lama. Tapi apabila memasuki high season seperti sekarang ini, disarankan melakukan perjalanan di pagi hari. Karena jalur Ciwidey-Bandung termasuk padat bila memasuki musim liburan.

Tempat wisata ini pun terbilang mudah dicapai bila menggunakan kendaraan umum. Kalian bisa naik elf jurusan Bandung-Ciwidey dari terminal Leuwi Panjang. Jika tak ingin berlama-lama, bisa langsung naik elf ini dari Jalan Kopo. Biasanya kendaraan ini ada di sepanjang Jalan Kopo sesudah belokan Jalan Caringin. Tarifnya sekitar dua belas ribu rupiah hingga terminal Ciwidey. Dari terminal  bisa dilanjutkan dengan angkot kuning jurusan Rancabali dengan tarif sepuluh ribu rupiah. Atau bisa juga dengan ojek motor. Tarifnya dipatok dua puluh ribu rupiah.

Jalan masuk ke Kampung Cai selain dari jalan utama bisa juga dari jalan Taman Wisata Cimanggu. Jalan alternatif ini tak jauh dari jalan utama, dengan ciri gapura warna hijau. Lewat jalan TWA Cimanggu ini bisa lebih hemat waktu dan jarak. Di sekitar Kampung Cai ada juga tempat perkemahan yang lain. Kalian bisa juga masuk ke tempat-tempat itu untuk sekedar berfoto.

Untuk masuk ke Kampung Cai, kalian cukup membayar lima belas ribu rupiah perorang.  Berkemah satu malam dikenai biaya sepuluh ribu. Untuk mobil dan kendaraan lain dikenakan tarif yang berbeda. Oh, yah, bagi yang tak mau repot membawa perlengkapan kemping, di tempat itu telah disediakan lengkap.






Tapi lebih asyik lagi jika membawa perlengkapan sendiri. Tempat penyewaan peralatan kemping yang disarankan ada di Jalan Bojongkoneng nomor 24 Cikutra. Bugenville menyediakan perlengkapan berkemah sangat lengkap dengan harga yang ringan di kantong. Tenda untuk empat orang dihargai 40 ribu perhari. Matras dan sleeping bag lima ribu. Dan perlengkapan lainnya pun dihargai dengan nominal yang ramah.

Perkemahan Kampung Cai memiliki tempat yang luas. Kalian bisa memilih tempat sesuka hati. Kebanyakan yang berkemah di sana memilih tempat yang dekat dengan pusat keramaian. Mereka mengambil tempat sekitar mesjid. Ada bukit dekat pintu masuk bagi yang ingin sensasi berkemah di hutan. Jangan kaget jika tempat berkemah ini tak seperti yang dibayangkan. Karena di tempat ini lengkap fasilitasnya. Kalian tak perlu khawatir akan kekurangan.

Kayu bakar seharga lima belas ribu bisa di didapat di warung-warung terdekat. Ada jagung juga buat kalian yang ingin bakar-bakaran di malam hari. Bila kehabisan air minum bisa mengambil di keran-keran air bersih. Sebenarnya tempat ini bisa dikatakan sangat lengkap. Mesjid ada di dekat lapangan perkemahan. Bahkan toilet pun tersedia. Ada toilet gratis di tengah lapang. Untuk yang berbayar bisa dipaketkan lima ribu sehari. Kalian pun bisa mengisi baterai ponsel di warung terdekat. Biasanya kita harus membayar dari tiga hingga lima ribu.

Di dalam tempat wisata ini ada penangkaran rusa. Kalian bisa masuk untuk memberi makan rusa-rusa dengan wortel yang telah disediakan. Selain itu ada kolam renang air hangat. Adapula wahana outbond. Berkuda dan panahan pun tak ketinggalan. Semua wahana buka dari pukul delapan pagi hingga lima sore. Jadi bagi kalian yang tak bertujuan berkemah pun bisa menikmati segala fasilitas wisata yang disediakan.

Kegiatan berkemah bisa djadikan tahap mendidik anak-anak. Mereka bisa belajar dekat dengan alam. Mendidik mereka untuk mandiri. Mulai dari mendirikan tenda hingga cara menyalakan api unggun. Kerjasama dan tolong menolong pun sangat diutamakan di sini.




Bagaimana tertarik untuk berkemah di Kampung Cai? Kalian juga bisa sekalian mengunjungi tempat wisata yang tak jauh letaknya dari tempat itu. Seperti Kawah Putih, Cimanggu dan Situ Patenggang. Oh, yah, kalau sudah selesai kemping jangan lupa yah untuk membuang sampahnya. Cintailah alam, maka alam pun akan mencintai kita.




Rabu, 04 Juli 2018

I Love You - Ay Laf Yu

Sepatu-sepatu di rak tampak jarang. Bau sunyi menyergap ketika kubuka pintu toshokan. Lega rasanya karena pojok favorit dekat jendela timur hari ini tak berpenghuni. Apalagi sunggingan selamat pagiku berhasil membuat si penjaga tersenyum. Senyum yang mungkin hanya muncul satu abad sekali darinya.

"Tugas kanji?" wajah muramnya sedikit berekspresi, membalas senyumku.

"Yups!" kamus kanji yang kuangkat ke udara membuatnya puas.

Bergegas kupenuhi pojokan 'romantis' itu dengan tumpukan buku. Tugas kali ini berhasil membuat sel-sel di otak berproduksi lebih. Dua rekan kelompokku, seperti biasa hanya berfungsi sebagai 'cheerleader' saja.

"soriii gue telat!" wajah secantik Julia Robert tiba-tiba muncul.

Kuberikan cengiran kuda terlebar pada sang artis gadungan. "Satu point telat lagi, Elu dapet tambahan nerjemahin!"

"Weks! Si Ilham aja kaga pernah diprotes. Pilih kasih ah!" Krista memberengut.

Seolah mendengar perkataan Krista, cowok berkacamata itu muncul. Aura toshokan mendadak bersemu 'pink'. Para jomblowati sontak merubah pose duduknya, mulai menebar kode 'sapa aku'.

Aku tak pernah paham, apa yang dilihat mereka pada diri Ilham. Seperti hari ini, dengan kemeja hitamnya ia tampak biasa saja. Kerah atasnya yang tak terkancing sama sekali tak tampak seksi. Memang kuakui postur tubuhnya sempurna. Tinggi dan berisi. Tapi itu tak aneh, karena Ilham memang pemain basket. Mungkin hanya isi kepalanya saja yang membuatnya spesial di mataku.

Dan cowok yang diberi nilai "A" itupun duduk dihadapanku. Tangannya gugup mengeluarkan semua isi tas. Buku tabungan dan buku arisan pun tak dilupakannya.

"Huaa udah mau bayar arisan lagi gitu?" seru Krista. Langsung menutup mulutnya begitu terkena kilatan 'petir Thor' si penjaga.

"Eh, engga ko! Gue nyari sesuatu," elak Ilham gugup.

"Lu mencret lagi?" mataku mendelik.

Krista terkikik pelan, "Psstt ... nih ada sisa norit kemaren."

Wajah cowok nilai plus-plus itu tambah gugup. Dan aku makin yakin kalau para jomblowati itu salah. Wajahnya memang cenderung tampan. Tapi tetap saja tak mampu menggeser gunung es di hati.

"Mi, tadi malem ngaji gak?" tanyanya diawali dehem gugup.

Aku mengangkat kepala dari layar laptop. Berusaha mencerna pertanyaan yang terkesan basa-basi itu.

"Kayanya sih iya, gue lupa. Surat pendek aja kalo ga salah."

Ilham terlihat gelisah. Dan setengah jam kemudian gelisahnya mulai berlebih. Aku jadi merasa sedikit bersalah. Mungkin kanji yang harus diterjemahkannya terlalu sulit.

"Mmm Mia. Bantu jawab gue yah!" ucapnya tiba-tiba. Suaranya sedikit bergetar.

"Apaan sih bro? Langsung ajalah, gue lagi pusing nerjemahin nih," tukasku. Jujur aku mulai curiga dengan keanehan sikapnya.

Ilham terbatuk pelan, "Mi, kalo alif fathah bertemu ya' sukun dibaca apa?"

Sontak aku memelototinya. Bukan karena pertanyaannya. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk belajar ngaji.

"Elu mau ngajarin ngaji sekarang? Duuuh tar malem aja kenapa sih?" Aku benar-benar tak habis pikir dengan kegigihannya mengajari Al Quran.

"Psstt baweel, jawab aja!" tukasnya jengkel.

Kupelototi wajahnya yang memerah, "Ay!" jawabku sambil menutup laptop.

"Kalau lam fathah bertemu fa' sukun dibaca apa?" tanyanya lagi.

Keningku berkerut, "Mmm laf?" tak yakin menjawab pertanyaannya.

Ilham mengacungkan jempol, "Kalau ya' dhomah dibaca apa?"

"Yu, kayanya," jawabku sambil terus menulis hasil terjemahan.

"Pinteeerr ... kalau disatuin jadi gimana bacaannya?" Ilham mendesakku.

"Eh, hffftt ay-- laf-- yu," jawabku sambil memelototinya.

Wajah Ilham makin merona, "Me too," ucapnya perlahan.

"Uhuk, hahahaa ... ada yang bawa air ga?" Krista langsung pura-pura sibuk membongkar tasnya.

Kulipat tangan di dada. Berusaha menekan gemuruh yang entah apa namanya. Memandang wajah Ilham yang tengah memandangku. Keringat mulai bermunculan di wajahnya.

"Heh, Elu lagi latihan nyatain? Sama cewe gedung B itu bukan?" nada judesku terdengar sangar di suasana merah jambu itu.

Dan wajah cowok di hadapanku itu seperti tertimpa berton-ton besi. Berusaha tampak tenang Ilham memasukkan semua buku ke dalam tasnya.

"Gue ke kelas duluan. Nitip ini!" diletakkannya bungkusan berpita itu dihadapanku.

"Apaan lagi itu?" erangku.

Ilham menyampirkan tasnya, "Buat cewe yang aku suka."

"Ngapain dititip ke gue? Hei Bro!" seruan tertahanku tak membuat Ilham membalikkan badannya.

Dengan kesal kuraih bungkusan apik itu. Di bagian bawahnya ada tulisan dengan tinta timbul warna perak.

"Mia" jelas tertulis di kertasnya. Krista makin bertingkah konyol. Ia mengerucutkan mulutnya dan menggerakkannya tanpa suara.

"Ay laf yu, ay laf yu, ay laf yu" tulisnya di kertas kosong. Mengiringi gerakan bibirnya.

"Ih Eluuu!" dengan gemas kucubit pipi Julia Robert palsu itu.

Krista berusaha keras menahan tawanya. "Jawab sanaaa!" godanya.

Aku merasa malu. Atau gugup. Atau sesuatu yang mulai merayap di hati. Ah, entah apa ini. Tapi Krista benar, aku harus menjawab pernyataan 'aneh' Ilham. Mungkin nanti, di waktu belajar mengaji.

*************************

Toshokan : perpustakaan


Rabu, 13 Juni 2018

Tips Mudik Bahagia

(bukan artikel😂)

Tak terasa yah, hari raya idul fitri tinggal beberapa hari lagi. Pasti yang punya kampung halaman sudah bersiap melakukan perjalanan. Atau jangan-jangan sudah sampai tujuan? Bagi yang baru mau mudik bisa intip coretan iseng ini sejenak, hitung-hitung pengingat. Kalau yang sudah mudik anggap saja sebagai bacaan hiburan.

Mudik, fenomena yang selalu berulang tiap tahun menjelang lebaran. Anehnya walaupun sudah sering, tetap saja jadi suatu 'kericuhan' yang berulang pula. Malah seringkali hal-hal kecil jadi hal besar yang bikin jengkel. Nah, sebenarnya mudah saja meminimalisir hal kecil yang menjengkelkan itu. Yuk, kita lihat kumpulan 'sepele' berdasar pengalaman pribadi ini.

💊Obat-obatan

Benda-benda kecil ini sering terlewatkan begitu saja. Padahal andilnya penting dalam menciptakan kenyamanan mudik. Nah, jangan lupa untuk menyiapkan obat-obatan sebelum berangkat. Biasanya jenis yang umum saja seperti, tolak angin, antimo, paracetamol atau sanmol dan minyak angin (aroma terapi). Obat-obatan pribadi bagi yang punya masalah kesehatan pun jangan sampai terlupakan. Usahakan semuanya disiapkan dalam tempat yang mudah ditemukan.

🍔Stok Makanan dan Minuman

Bagi yang membawa anak kecil, ini jangan sampai terlupakan loh! Bisa rewel sepanjang jalan para 'krucil' itu kalau keinginannya tak terpenuhi. Persiapan makanan dan minuman diawal juga bisa menghemat pengeluaran selama perjalanan. Ancang-ancang juga, jika kendaraan telat berhenti ketika waktu buka tiba. Stok 'manmin' ini bisa berupa camilan atau makanan berat. Tergantung kepraktisan para pemudik.

💰Uang Kecil

Ini hal sepele yang sering menjengkelkan. Ada uang kecil? Pasti pertanyaan itu sering terlontar ketika hendak membayar dengan lembaran bernominal besar. Akhirnya malah banyak waktu terbuang, karena harus dadakan menukar uang. Sebaiknya uang pecahan kecil disiapkan sebelum mudik. Penukaran uang bisa di bank atau juga di minimarket. Malah banyak juga yang menukar uang dengan recehan dari tukang parkir.

☎️Nomor Telepon Penting

Catat nomor-nomor penting di catatan ponsel. Atau bisa juga di kertas yang ditempel di dashboard. Pastinya kita selalu berharap perjalanan lancar sampai tujuan. Tapi siapa tahu ada hal-hal diluar prediksi. Seperti mendadak mogok. Atau tiba-tiba membutuhkan jasa dokter. Siapkan nomor-nomor seperti nomor telepon bengkel, rumah sakit, polisi, nomor keluarga dekat dan nomor telepon teman dekat.

🚗Cek Kondisi Kendaraan

Ini hal wajib yang harus dilakukan. Cek kondisi kendaraan sebelum mudik. Ada baiknya dibawa ke bengkel untuk diservice terlebih dahulu. Cek semua ban dan lampu juga. Bagi yang berkendaraan umum, harus jeli melihat kondisi kendaraan yang akan ditumpangi. Daripada basah kuyup, lebih baik sedia payung sebelum hujan kan?

Seringkali hal biasa menjadi luar biasa-- yang cukup membuat 'gegar otak' bila disiapkan biasa-biasa saja. Selamat mudik bahagia. Semoga sampai tujuan dengan selamat. Mohon maaf lahir dan batin dari keluarga besar Martaprawira dan keluarga besar Surakusumah.

Minggu, 10 Juni 2018

Sebuah Malu - Cerpen Monolog




Oleh: Yola Widya


Aku terseok di trotoar sepi. Sisa sepenggal panas waktu ashar mulai mengganggu otakku. Sesekali suara riuh dari perut mengganggu nalar. Logikaku mulai menjelajahi deretan pedagang kaki lima. Hingga mata tertumbuk pada tumpukan mie instan ternama di sebuah etalase. Kakiku tanpa dosa melangkah. 'Benarkan aku tak salah?' batin mulai berperang. Aku hanya satu dari sekian yang sedang tak menjalankan kewajiban. Itu bela hatiku, memenangkan lapar yang melilit.

Akhirnya semangkuk mie panas meliukkan aroma sedap di hadapanku. Pemilik warung menatap ramah. Mempersilahkan nikmati sajian yang terhidang. Dan aku malu. Apa yang kulakukan di sini? Mengangkat sejumput mie dengan sendok pun tak kuasa. Seperti pecundang yang kalah berperang saja aku ini. Tega nian berniat membinasakan lapar pribadi. Sedangkan yang sekian itu sedang berperang mempertahankan lapar. Dan kubiarkan mie itu mengembang di mangkuk cap ayam.

Kemudian beberapa kaum adam mengusikku. Tak berniat diri ini memberikan ruang untuk duduk mereka. Telingaku mulai menangkap rentetan menu yang dipesan. Seperti mimpi mendengarnya. Eh, atau ini kenyataan? Ekor mata mulai mengikuti tiap gerik mereka yang tanpa rasa sungkan. Dan kuikat setiap tanya yang berupa prasangka itu. Bagiku, mereka hanya beberapa yang mungkin berbeda paham religi. Atau bisa juga mereka penganut siklus bulanan kaum hawa. Ah, entahlah ... kemungkinan terakhir sangat menggelitik sisi humorku. Akhirnya ketika warung semakin penuh, aku berkesimpulan mereka hanya sekian yang kehilangan sisi religi.

Mata ramah penuh tanya mulai goyahkan diamku. Mie panas sudah tak panas lagi. Mengembang dengan sempurna penuhi lingkaran mangkuk. Anehnya, perutku mereda riakkannya. Kemana rasa lapar yang tadi? sepertinya pergolakan batin berbelas menit lalu telah meniadakannya. Sendok demi sendok hanya sanggup menari dalam mangkuk. Tak ada materi karbohidrat yang meluncur di tenggorokanku. Kubiarkan sekian mata menatap aneh.

Demi bakti pada sekian yang menjalani kewajiban, kupunahkan nafsu. Rela hatiku menerima penghakiman dari si pemilik warung. Setidaknya logika dan hatiku lega karena meninggalkan tempat itu. Tempat yang kebetulan-- membuka sisi lain realita kehidupan religi sebuah kota. Trotoar mulai dipenuhi orang yang membunuh waktu. Aku terguncang dengan labilnya diri. Bukankah lapar memang kawan dari yang mengimani kewajiban? Dan keputusankulah untuk menghormatinya walau tengah tak menjalani. Lalu tadi itu apa? Mengapa sesaat aku harus jadi bagian yang tak menghormati? Sedangkan jauh di sana ada sekian yang tak kenal sahur dan tak kenal berbuka. Tapi sekian itu tak pernah kalah dalam ketakwaan. Aku malu dengan keresahan lambungku tadi.

Di ujung trotoar kuselipkan sekantung bekal untuk berbuka padanya. Seorang anak yang menatap terkejut. Seolah aku sesuatu dari doa yang terwujud. Aku tersenyum lega. Setidaknya aku tak mengecewakan si ibu pemilik warung. Dan lebih tersenyum lagi,  ketika menyadari arti dari serentetan pergolakan tadi. Ini semua tentang aku yang akhirnya menjadi perantara. Jawaban pinta seorang anak jalanan. Ah, Allah memang Maha Adil.


#karya_challenge_cerpenmonolog_2018

Jumat, 01 Juni 2018

Bacang Braga

      Bandung memang kota dengan kuliner yang beraneka ragam. Hampir di setiap sudutnya tampak jenis-jenis makanan. Mulai dari sekedar jajanan anak hingga jajanan yang berkelas. Terutama di bulan ramadhan seperti ini, jangan ditanya seperti apa lengkapnya. Pantas saja, banyak wisatawan yang sengaja datang ke kota ini untuk wisata kuliner. Kota Bandung memang banyak menyimpan kuliner unik. Salah satunya di daerah Braga. Penasaran ada apa di jalan itu? Yuk, kita berkunjung ke sana!

      Bakcang atau bacang adalah makanan dari Tiong Hoa. Karena akulturasi pada masa perdagangan dulu, makanan ini kemudian diserap oleh bangsa kita. Bacang ini ciri khasnya daging manis yang dilapisi beras kemudian dibungkus daun bambu. Proses masaknya dengan pengukusan. Nah, di Bandung ada bacang yang terkenal dengan sebutan Bacang Braga. Makanan ini memiliki ciri khas tersendiri. Apa bedanya? Ternyata bacang yang satu ini unik. Pemiliknya Pak Halim, menyajikannya dengan cara berbeda. Si bacang itu dibelah dua, kemudian disiram dengan jando. Bagi yang menyukai pedas bisa ditambahi sambal merah di atasnya. Jando sendiri berupa potongan daging iga yang diberi bumbu manis. Kombinasi rasanya dengan bacang daging, jadi menciptakan sensasi ketagihan.


     Pak Halim berjualan di Jalan Braga pendek hampir 27 tahun. Itu yang diutarakannya kemarin malam. Bacang Braga ini tak sulit dicari. Untuk memudahkan, lebih baik mengambil arah dari alun-alun Bandung. Kita bisa berjalan menyusuri trotoar. Sambil menikmati keunikan Kota Bandung yang ada di daerah itu. Setelah melewati Museum KAA, kita akan mendapati apotik Kimia Farma. Pak Halim berjualan di jalan kecil yang tepat bersebelahan dengan apotik itu. Biasanya dia berjualan dari pukul lima sore hingga larut malam. Kemudian dia akan berjalan dan melanjutkan berjualan di Jalan Braga panjang hingga pukul tiga pagi. Oh, ya, Bacang ini bisa dinikmati dengan harga 8000 rupiah saja. Murah meriah kan?


     Sangat nikmat mencicipi makanan ini di tengah suasana Jalan Braga yang romantis. Bila malam tiba lampu-lampu akan dimyalakan. Deretan gedung kuno di sekitar tempat Pak Halim berjualan pun terlihat sangat eksotis. Nah, bagi yang mengunjungi Bandung, jangan lupa untuk mampir di Braga. Bisa dipastikan, takkan menolak sebutan Bacang Braga sebagai bacang terenak di Kota Bandung.

Sabtu, 19 Mei 2018

Aji Saka - Asal Muasal Huruf Jawa Kuno

#Aji Saka
#Legenda dari tanah Jawa
#Cerita anak

Oleh: Yola Widya



Dahulu kala hiduplah seorang pemuda sakti bernama Aji Saka. Ia tinggal di wilayah kerajaan Medang Kamulan yang dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar. Rakyat kerajaan Medang Kamulan hidup dalam ketakutan. Hal itu dikarenakan raja mereka memiliki kegemaran yang mengerikan. Ia senang melahap daging manusia terutama yang berusia muda.

Pada suatu hari, Aji Saka yang tengah keluar dari pertapaannya mendengar keributan penduduk desa. Semua orang bergerombol di luar rumah. Para ibu menangis. Sedangkan pemuda-pemuda tampak ketakutan.

"Ada apa gerangan?" Aji Saka bertanya penasaran kepada seorang lelaki tua.

"Sang Raja!" teriak lelaki itu histeris. "Dia mengambil seorang pemuda dari desa ini!"

Aji Saka geram dengan kelakuan Prabu Dewata Cengkar. Ia bisa merasakan ketakutan yang melanda rakyat kerajaan Medang Kamulan ini. Mereka tak bisa melarikan diri karena wilayah kerajaan di jaga oleh para prajurit yang setia pada raja. Akhirnya Aji Saka bertekad menantang sang raja. Ia kemudian memasuki istana kerajaan dengan gagah berani.

"Siapa Kau?!" teriak raja. Prabu Dewata Cengkar bangkit dari tahtanya. Ia terheran-heran dengan kedatangan pemuda tak dikenal itu.

Aji Saka menjawab lantang, "Aku Aji Saka. Aku bermaksud menyerahkan diri padamu!"

Raja dan para penghuni istana tertawa mendengar perkataan Aji Saka. Mereka beranggapan pemuda itu sangat bodoh.

"Dagingmu terlihat sangat lezat!" wajah Prabu Dewata Cengkar mulai beringas. Ia ingin segera melahap pemuda kurang ajar itu.

Aji Saka tersenyum, "Hamba senang bisa menjadi santapanmu, Tuanku! Tapi dengan satu syarat!" teriaknya. Ia ingin semua penghuni istana mendengarnya.

"Katakan apa syaratmu, cepatlah!" balas sang raja.

"Aku ingin Kau hadiahi aku tanah selebar sorbanku ini!" jawab Aji Saka. Tangannya menunjuk kain yang membebat kepalanya.

Sontak raja dan para pengikutnya tertawa terpingkal-pingkal. Mereka berpikir tak ada manusia yang sebodoh pemuda itu.

"Baiklah, Aku kabulkan permintaanmu. Sekarang gelarlah sorbanmu itu!" perintah sang raja.

Aji Saka dengan tenang melepas sorbannya. Ia kemudian menggelar kain sorban di lantai istana. Lebarnya tak lebih dari setengah meter. Raja sangat geli melihat tingkah Aji Saka. Baginya tanah selebar sorban itu tak ada artinya. Tapi kemudian keanehan terjadi. Kain sorban itu melebar dan semakin lebar lagi. Sampai akhirnya keluar dari istana dan hampir menutupi seluruh wilayah kerajaan. Tawa raja dan pengikutnya terhenti. Mereka tercengang. Kini rasa marah dan takut mulai menguasai mereka.

"Apa ini? Kau menipuku!" teriak Prabu Dewata Cengkar geram. Ia lalu menerjang Aji Saka dengan marah.

Aji Saka menyambut serangan sang raja. Mereka terlibat perkelahian sengit. Namun ternyata kesaktian Aji Saka bukanlah tandingan raja. Akhirnya, Prabu Dewata Cengkar pun binasa di tangan pemuda itu. Adapun sorban pusaka itu terus melebar dan akhirnya menutupi seluruh wilayah kerajaan Medang Kamulan. Aji Saka pun menjadi penguasa baru wilayah kerajaan itu. Rakyat kerajaan Medang Kamulan sangat gembira mendengar kematian raja mereka. Dan mereka berharap Aji Saka bisa menjadi raja yang baik.

Suatu hari Aji Saka menyempatkan diri untuk pulang ke pertapaannya. Ia ingin menyimpan sorban pusakanya di tempat yang aman.

"Wahai Subadra! Aku titahkan Kau untuk menjaga sorban pusaka ini. Kelak Aku akan mengambilnya kembali." perintah Aji Saka pada salah seorang abdi setianya di pertapaan.

Subadra menyanggupi tugasnya. Ia akan mengemban titah Aji Saka dengan sebaik-baiknya. Setelah menitipkan benda pusaka itu Aji Saka pun kembali ke istana. Ia membawa serta Dora, abdi setianya. Tak lama kemudian diceritakan Aji Saka akhirnya dinobatkan menjadi seorang raja. Ia memimpin kerajaannya dengan bijaksana. Rakyat Medang Kamulan pun sangat mencintainya.

Selang beberapa tahun di masa pemerintahannya, Aji Saka teringat akan sorban pusakanya. Ia ingin mengambil benda pusaka itu, tapi tak mungkin meninggalkan kerajaan begitu saja. Akhirnya ia memerintahkan Dora untuk mengambil sorban itu. Dora pun berangkat ke pertapaan untuk menemui Subadra.

"Saudaraku, lama nian kita tak jumpa!" Subadra sangat senang dengan kedatangan Dora.

Dora pun sebenarnya sangat merindukan pertapaan dan saudaranya itu. Mereka kemudian terlibat percakapan hangat.

"Saudaraku, Aku sebenarnya datang kemari mengemban tugas dari raja. Aku dititahkan untuk mengambil sorban miliknya." Dora akhirnya menyatakan maksud kedatangannya.

Kening Subadra berkerut, "Maaf, Saudaraku. Aku tak bisa mengabulkan permintaanmu. Aku dititahkan untuk menjaga sorban itu. Dan raja yang akan mengambilnya sendiri." Subadra menimpali perkataan Dora.

Dora tak mengerti dengan jawaban Subadra. Seharusnya saudaranya itu menyerahkan saja sorban itu.

"Aku pun mengemban titah, Subadra!" serunya. Wajahnya mulai menegang.

Subadra bersikeras tak mau menyerahkan sorban itu. Mereka berdua saling bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Merasa tak bersalah karena masing-masing mengemban titah dari Aji Saka. Pertengkaran mereka semakin sengit. Akhirnya terlibatlah mereka dalam pertempuran yang hebat.

Sementara itu Aji Saka mulai merasa aneh karena Dora tak kunjung kembali. Ia hendak mengirim utusan untuk menyusul abdinya itu tapi kemudian mengurungkannya. Tiba-tiba Aji Saka teringat janjinya pada Subadra. Ia dahulu berkata akan mengambil sendiri sorban pusaka itu. Terkejut dengan ingatannya itu, Aji Saka dengan segera berangkat ke pertapaan.

"Ya Tuhan!" pekiknya terkejut. Ia melihat kedua abdi setianya telah tak bernyawa ketika tiba di pertapaan.

Aji Saka sangat menyesali kelalaiannya. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kedua abdinya telah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa padanya. Kemudian diceritakan Aji Saka menciptakan huruf Jawa kuno demi mengenang kesetiaan Subadra dan Dora. Huruf-huruf Jawa itu dinamai Ha na ca ra ka  Da ta sa wa la  Pa da ja ya nya  Ma ga ba tha nga. Yang artinya "ada utusan saling berkelahi, sama-sama saktinya, sama-sama mati".




Bandung, 19 Mei 2018