Minggu, 19 Agustus 2018

DAMPU AWANG



           Dampu Awang terkenal karena kepiawaiannya sebagai pelaut. Dia pun seorang pedagang yang handal. Karena kehebatannya itu, Dampu Awang diberi penghargaan oleh kaisar China. Salah satunya, diperkenankannya dia untuk berlayar dan berniaga ke negara lain. Kemudian diceritakan Dampu Awang mendatangi Lasem untuk berniaga. Daerah perniagaannya di sekitar Pelabuhan Lasem.
            Kedatangannya disambut baik oleh penduduk Lasem. Terlebih lagi karena keramahan Dampu Awang yang disukai oleh mereka. Dampu Awang  tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekali lagi dia membuktikan kehebatannya. Tidak membutuhkan waktu lama bagi dirinya untuk menjadi sukses dan menguasai  perdagangan Lasem.
            Lambat laun sikap Dampu Awang berubah. Kekayaan dan kesuksesan telah membuatnya sombong. Dia pun memperlakukan para pedagang kecil dengan semena-mena. Rupanya kelakuan Dampu Awang itu sampai  ke telinga Sunan Bonang. Lasem pada saat itu terkenal sebagai daerah yang religius. Dan Sunan Bonang adalah orang yang dituakan pada waktu itu.
            Karena banyak yang mengeluh akan kelakuan Dampu Awang, akhirnya Sunan Bonang memutuskan untuk mendatangi Dampu Awang. Dia membawa serta beberapa orang santrinya. Sunan Bonang akhirnya sampai  di kediaman Dampu Awang yang megah. Kedatangannya  disambut dua pengawal gerbang yang  tak ramah.
“Siapa kalian berani-beraninya mendatangi tempat ini?!” seru seorang pengawal.
Pengawal  yang lain pun menghina Sunan Bonang dan para santrinya. “Rakyat biasa tak diizinkan masuk ke dalam!!”
Para santri sangat marah dengan kelakuan kedua pengawal yang sombong. “Apa kalian tak kenal orang yang dituakan di  Lasem ini?” seorang santri membalas  dengan garang.
Kedua pengawal itu terkejut dengan sikap para santri yang seolah  siap berperang. Akhirnya salah seorang pengawal masuk untuk memberitahu majikannya. Dampu Awang sangat heran ketika mengetahui tamunya adalah Sunan Bonang. Dia pun memerintahkan kedua pengawalnya untuk mengizinkan mereka masuk.
“Wahai yang dituakan, apa gerangan maksud kedatanganmu ini?” Dampu Awang meyambut para tamunya dengan basa-basi.
Sunan Bonang tak ingin berbicara yang tak perlu. Dia langsung ke pokok permasalahan. “Wahai Dampu Awang, aku banyak menerima keluhan dari penduduk Lasem. Kelakuanmu yang semena-mena telah  membuat mereka  tersinggung!”
Dampu Awang memukul lengan kursinya. “Apa maksudnya ini?”
“Kau telah berlaku tidak baik pada para pedagang kecil di  Lasem!” Sunan Bonang kembali  menegaskan perkataannya.
“Kurang ajar! Mereka berkata hal yang tidak benar!” Dampu Awang rupanya tersinggung dengan kenyataan yang didengarnya.
“Pengawal usir mereka!!”
Para santri Sunan Bonang langsung bersiaga.”Hei Dampu Awang, jangan sombong kau! Kalian adalah pendatang, kami berhak  mengusir kalian kapan saja!”
Dampu Awang semakin marah mendengar perkataan para santri. Sontak pedagang itu bangkit dari kursinya. “Tak perlu  mengusirku! Kalau guru kalian itu bisa mengalahkanku, dengan senang hati aku akan pergi dari sini!” serunya lagi.
            Sunan Bonang sebenarnya tak ingin bertarung. Namun demi mempertahankan kehormatan Lasem dia pun terpaksa menerima tantangan itu. Kemudian sunan pun menceritakan kejadian di kediaman Dampu  Awang pada santri-santrinya yang lain. Ternyata mereka bersemangat  untuk ikut membela Lasem. Mereka bertekad untuk mengusir Dampu Awang.
            Keesokan pagi, kapal-kapal besar Dampu Awang mulai berlabuh di pantai Bonang dekat pondok Sunan Bonang. Mereka bersenjatakan lengkap. Sedangkan Sunan Bonang dan para santrinya mengenakan sorban putih dan memegang tasbih. Pasukan Dampu Awang memandang remeh Sunan Bonang dan para santrinya. Mereka kemudian dengan semena-mena menembakkan meriam pada pasukan bersorban itu. Santri Sunan Bonang banyak yang meninggal karenanya.
            Namun para santri itu pantang menyerah. Akhirnya mereka malah berhasil naik ke kapal-kapal besar itu. Pertempuran semakin hebat karena ternyata para santri itu petarung yang terlatih. Sementara itu, Dampu Awang yang melihat kapalnya  berhasil diambil alih jadi sangat marah. Dia kemudian mengeluarkan seluruh kesaktiannya untuk menyerang Sunan Bonang. Kesaktian mereka  berdua ternyata seimbang. Langit Lasem terhalang oleh jurus-jurus sakti mereka ketika berperang di  udara.
            Kemudian pada satu kesempatan Dampu Awang turun ke kapalnya. Rupanya ia ingin membantu pasukannya yang mulai terdesak oleh para santri. Sunan Bonang yang melihat lawannya terbang turun langsung merubah siasatnya. Dia pun terbang ke atas bukit Bonang. Dari atas bukit, Sunan mengerahkan seluruh kesaktiannya untuk menghancurkan kapal. Kapal besar itu pun hancur dihantam ajian Sunan Bonang. Puing-puingnya berhamburan hingga ke Rembang.
            Sunan Bonang menyadari kesaktiannya berimbang dengan Dampu Awang. Akhirnya dia pun mengusulkan cara lain.
“Hei Dampu Awang! Tampaknya pertarungan ini tak akan ada akhirnya. Sekarang lihatlah jangkar kapal yang hancur itu! Jika kau berhasil membuatnya tenggelam maka kau yang  menang. Sebaliknya bila aku berhasil membuatnya terapung, maka aku yang menang.”
“Bodoh sekali dirimu membuat taruhan yang semudah itu!” Dampu Awang tertawa meremehkan Sunan Bonang.
Kemudian dia mengerahkan ajiannya sambil meneriakkan kata “kerem” yang artinya tenggelam. Sementara Sunan Bonang meneriakkan kata “kemambang” yang berarti terapung. Terus seperti itu hingga jangkar turun naik dengan cepat akibat ajian dari keduanya. Sampai akhirnya jangkar itu “kemambang”. Walaupun Dampu Awang meneriakkan “kerem” berkali-kali, tetap saja benda itu terapung.
            Akhirnya Dampu Awang mengakui kekalahannya. Dia dan pasukannya keluar dari Lasem menuju Semarang. Sunan Bonang kemudian menamai tempatnya bertarung “Rembang”. Sebagai tanda mengenang peristiwa “kerem” dan “kemambang” jangkar kapal. Adapun puing-puing kapal yang berhamburan kelak dikenang dengan nama-nama tertentu. Layarnya yang membatu dinamai Bukit Layar. Tiangnya menancap dekat pasujudan Sunan Bonang. Adapun lambungnya tengkurap dan dinamai Gunung Bujel.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar