Dampu Awang terkenal karena
kepiawaiannya sebagai pelaut. Dia pun seorang pedagang yang handal. Karena kehebatannya
itu, Dampu Awang diberi penghargaan oleh kaisar China. Salah satunya, diperkenankannya
dia untuk berlayar dan berniaga ke negara lain. Kemudian diceritakan Dampu
Awang mendatangi Lasem untuk berniaga. Daerah perniagaannya di sekitar Pelabuhan
Lasem.
Kedatangannya disambut baik oleh
penduduk Lasem. Terlebih lagi karena keramahan Dampu Awang yang disukai oleh
mereka. Dampu Awang tak menyia-nyiakan
kesempatan ini. Sekali lagi dia membuktikan kehebatannya. Tidak membutuhkan
waktu lama bagi dirinya untuk menjadi sukses dan menguasai perdagangan Lasem.
Lambat laun sikap Dampu Awang
berubah. Kekayaan dan kesuksesan telah membuatnya sombong. Dia pun
memperlakukan para pedagang kecil dengan semena-mena. Rupanya kelakuan Dampu
Awang itu sampai ke telinga Sunan Bonang.
Lasem pada saat itu terkenal sebagai daerah yang religius. Dan Sunan Bonang
adalah orang yang dituakan pada waktu itu.
Karena banyak yang mengeluh akan
kelakuan Dampu Awang, akhirnya Sunan Bonang memutuskan untuk mendatangi Dampu
Awang. Dia membawa serta beberapa orang santrinya. Sunan Bonang akhirnya
sampai di kediaman Dampu Awang yang
megah. Kedatangannya disambut dua
pengawal gerbang yang tak ramah.
“Siapa
kalian berani-beraninya mendatangi tempat ini?!” seru seorang pengawal.
Pengawal
yang lain pun menghina Sunan Bonang dan
para santrinya. “Rakyat biasa tak diizinkan masuk ke dalam!!”
Para
santri sangat marah dengan kelakuan kedua pengawal yang sombong. “Apa kalian
tak kenal orang yang dituakan di Lasem
ini?” seorang santri membalas dengan
garang.
Kedua
pengawal itu terkejut dengan sikap para santri yang seolah siap berperang. Akhirnya salah seorang
pengawal masuk untuk memberitahu majikannya. Dampu Awang sangat heran ketika
mengetahui tamunya adalah Sunan Bonang. Dia pun memerintahkan kedua pengawalnya
untuk mengizinkan mereka masuk.
“Wahai
yang dituakan, apa gerangan maksud kedatanganmu ini?” Dampu Awang meyambut para
tamunya dengan basa-basi.
Sunan
Bonang tak ingin berbicara yang tak perlu. Dia langsung ke pokok permasalahan. “Wahai
Dampu Awang, aku banyak menerima keluhan dari penduduk Lasem. Kelakuanmu yang
semena-mena telah membuat mereka tersinggung!”
Dampu
Awang memukul lengan kursinya. “Apa maksudnya ini?”
“Kau
telah berlaku tidak baik pada para pedagang kecil di Lasem!” Sunan Bonang kembali menegaskan perkataannya.
“Kurang
ajar! Mereka berkata hal yang tidak benar!” Dampu Awang rupanya tersinggung
dengan kenyataan yang didengarnya.
“Pengawal
usir mereka!!”
Para
santri Sunan Bonang langsung bersiaga.”Hei Dampu Awang, jangan sombong kau! Kalian
adalah pendatang, kami berhak mengusir
kalian kapan saja!”
Dampu
Awang semakin marah mendengar perkataan para santri. Sontak pedagang itu
bangkit dari kursinya. “Tak perlu
mengusirku! Kalau guru kalian itu bisa mengalahkanku, dengan senang hati
aku akan pergi dari sini!” serunya lagi.
Sunan Bonang sebenarnya tak ingin
bertarung. Namun demi mempertahankan kehormatan Lasem dia pun terpaksa menerima
tantangan itu. Kemudian sunan pun menceritakan kejadian di kediaman Dampu Awang pada santri-santrinya yang lain. Ternyata
mereka bersemangat untuk ikut membela
Lasem. Mereka bertekad untuk mengusir Dampu Awang.
Keesokan pagi, kapal-kapal besar
Dampu Awang mulai berlabuh di pantai Bonang dekat pondok Sunan Bonang. Mereka bersenjatakan
lengkap. Sedangkan Sunan Bonang dan para santrinya mengenakan sorban putih dan
memegang tasbih. Pasukan Dampu Awang memandang remeh Sunan Bonang dan para
santrinya. Mereka kemudian dengan semena-mena menembakkan meriam pada pasukan
bersorban itu. Santri Sunan Bonang banyak yang meninggal karenanya.
Namun para santri itu pantang
menyerah. Akhirnya mereka malah berhasil naik ke kapal-kapal besar itu. Pertempuran
semakin hebat karena ternyata para santri itu petarung yang terlatih. Sementara
itu, Dampu Awang yang melihat kapalnya
berhasil diambil alih jadi sangat marah. Dia kemudian mengeluarkan
seluruh kesaktiannya untuk menyerang Sunan Bonang. Kesaktian mereka berdua ternyata seimbang. Langit Lasem
terhalang oleh jurus-jurus sakti mereka ketika berperang di udara.
Kemudian pada satu kesempatan Dampu
Awang turun ke kapalnya. Rupanya ia ingin membantu pasukannya yang mulai
terdesak oleh para santri. Sunan Bonang yang melihat lawannya terbang turun
langsung merubah siasatnya. Dia pun terbang ke atas bukit Bonang. Dari atas
bukit, Sunan mengerahkan seluruh kesaktiannya untuk menghancurkan kapal. Kapal besar
itu pun hancur dihantam ajian Sunan Bonang. Puing-puingnya berhamburan hingga
ke Rembang.
Sunan Bonang menyadari kesaktiannya
berimbang dengan Dampu Awang. Akhirnya dia pun mengusulkan cara lain.
“Hei
Dampu Awang! Tampaknya pertarungan ini tak akan ada akhirnya. Sekarang lihatlah
jangkar kapal yang hancur itu! Jika kau berhasil membuatnya tenggelam maka kau
yang menang. Sebaliknya bila aku
berhasil membuatnya terapung, maka aku yang menang.”
“Bodoh
sekali dirimu membuat taruhan yang semudah itu!” Dampu Awang tertawa meremehkan
Sunan Bonang.
Kemudian
dia mengerahkan ajiannya sambil meneriakkan kata “kerem” yang artinya
tenggelam. Sementara Sunan Bonang meneriakkan kata “kemambang” yang berarti
terapung. Terus seperti itu hingga jangkar turun naik dengan cepat akibat ajian
dari keduanya. Sampai akhirnya jangkar itu “kemambang”. Walaupun Dampu Awang
meneriakkan “kerem” berkali-kali, tetap saja benda itu terapung.
Akhirnya Dampu Awang mengakui
kekalahannya. Dia dan pasukannya keluar dari Lasem menuju Semarang. Sunan
Bonang kemudian menamai tempatnya bertarung “Rembang”. Sebagai tanda mengenang
peristiwa “kerem” dan “kemambang” jangkar kapal. Adapun puing-puing kapal yang
berhamburan kelak dikenang dengan nama-nama tertentu. Layarnya yang membatu
dinamai Bukit Layar. Tiangnya menancap dekat pasujudan Sunan Bonang. Adapun lambungnya
tengkurap dan dinamai Gunung Bujel.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar