Sabtu, 27 Oktober 2018

Selasa, 23 Oktober 2018

Ketika Kau Kembali

Apa yang semesti terucap ketika sebuah tanya menguak
menatapmu; tiada sepercik pun bahagia
entah serupa riak riak letupan sesal; seumpama pula pendaman kesal
menilisik wujudmu yang tetiba merasuk kenangan

Sabtu, 20 Oktober 2018

About You and Me


Sesuatu itu tentang kenangan yang entah kusebut apa
Menari, berdansa, berpelukan dalam memori
Berputar, membungkus patahan ingatan muram dengan selendang serenade
Lincah selipkan berjuta kilau romansa
Sesuatu itu entah semesti kupanggil apa
Sedang harumnya lembabkan pori kering yang terpalung;
Sudikah ia kunamai cinta?

Bandung, 211018

Rabu, 17 Oktober 2018

Putri Tujuh



Cerita Rakyat Dari Provinsi Riau
Putri Tujuh
Oleh : Yola Widya

Dahulu kala, di Provinsi Riau ada sebuah kerajaan yang bernama Sri Bunga Tanjung. Kerajaan itu di pimpin seorang ratu. Ratu Cik Sima memiliki tujuh orang putri yang sangat terkenal kecantikannya. Putri tujuh adalah kebanggaan Kerajaan Sri Bunga Tanjung. Adapun yang paling terkenal kemolekannya adalah putri bungsu yang bernama Mayang Sari. Putri Mayang Sari di beri julukan Mayang Mengurai oleh rakyatnya. Karena selain cantik, ia juga memiliki rambut indah yang panjang terurai.

Pada suatu hari, Pangeran Empang Kuala melewati daerah kerajaan Sri Bunga Tanjung. Karena lelah, ia dan rombongannya bermaksud istirahat sejenak di sungai. Alangkah terkejutnya sang pangeran ketika mengetahui ada tujuh putri yang sedang berendam di lubuk Sarang Umai. Terdengar senda gurau mereka olehnya. Diam-diam ia mengamati putri yang paling cantik. Yang tak lain adalah Putri Mayang Mengurai.

"Putri cantik di Lubuk Umai ... ," gumamnya, "di Umai ... di Umai ... di Umai."

Demikian sang pangeran berkali-kali menyebut "di Umai". Rupanya ia telah telah jatuh cinta pada Putri Mayang Mengurai.

Kamis, 11 Oktober 2018

Sepucuk Cinta Untuk Ayah

Pap, tunggu sebentar jangan dulu berlalu....
Aku ingin mengatakan sesuatu yang terpendam selama ini, penyesalanku yang selama ini tak sempat kuucapkan. Betapa bodohnya aku, tak bisa membahagiakanmu walau dengan hal termudah sekalipun. Sesalku, tak memaksa diri untuk menyempatkan waktu mendampingimu dikala sakit. Betapa egoisnya aku membiarkanmu terbaring kesakitan dan kesepian. Sedangkan yang kau inginkan adalah kehadiran kami, anak-anakmu.
Pap, Yasin itu selalu tergeletak di tempat yang sama. Dan aku selalu  melewatinya begitu saja tanpa berusaha meraihnya. Sedangkan hatiku setiap saat bergejolak, meneriakkan keinginannya untuk menghadiahimu surat terindah dalam kitab-Nya. Ah, betapa kesibukan berhasil memenangkan sisi egoisku. Hari demi  hari berlalu,  dan Yasin itu tetap diam tanpa sempat kubacakan untukmu.
Ya, Pap... tetaplah disitu. Lihatlah anakmu ini yang berusaha menghapus airmatanya. Berusaha menahan semua pilu. Aku tak bisa tanpamu, takkan pernah bisa. Pap, aku sering mencari sosokmu di antara mereka. Aku rindu melihatmu  berdiri di depan gedung kantorku.