Minggu, 28 Januari 2018

Why Geology Museum

       Pernah tidak merasa kesal ketika anak menolak diajak ke museum? Saya pernah, bukan sekali saja tapi berulang kali. Sepertinya, kata 'museum' sulit membuat anak- anak jaman nows beranjak dari magnet gawai. Sebagai orang tua jaman nows, tentunya harus siap meng-upgrade diri agar tidak ketinggalan jaman. Tapi, bukan berarti pendidikan tentang sejarah dan peninggalan kuno dikesampingkan. Justru kemajuan suatu bangsa dilihat dari caranya mengapresiasi sejarah beserta peninggalannya. Karenanya, wisata sambil belajar, adalah aktifitas yang ingin saya tanamkan pada anak.
         Bandung, kota besar dengan banyak tujuan wisata. Seperti Museum Geologi Bandung, yang saya rekomendasikan untuk dikunjungi. Museum ini berada di Jalan Diponegoro No.57. Dekat dengan icon Kota Bandung, Gedung Sate. Tak jauh pula dari Lapangan Gasibu Bandung. Sangat strategis, dan kita bisa mendapatkan petualangan penuh edukasi di luar lokasi museum tersebut.
       Harga tiket masuk Museum Geologi sangat bersahabat. 2000 rupiah untuk pelajar, 3000 rupiah untuk wisatawan lokal, dan 10.000 rupiah untuk wisatawan asing. Museum buka dari jam 8 pagi sampai 16.00 pada hari senin sampai kamis, dan 8 pagi sampai 14.00 siang hari pada hari sabtu dan hari minggu. Dan tutup setiap hari jumat dan hari libur nasional.
      Salah satu acara yang menarik dari museum adalah Night at Museum. Baru tadi malam saya sempat berpartisipasi di dalamnya. Acara tadi malam dihadiri pula oleh komunitas earth hour. Bisa dikatakan Museum Geologi ikut andil dalam kegiatan hemat energi. Tak ketinggalan, diramaikan pula oleh stand-stand kuliner di sepanjang halaman depan museum. Di acara itu kami diajak berkeliling museum dalam suasana gelap, diiringi para pemandu museum tentunya. Acara yang penuh kesan edukatif menurut saya. Museum ini sendiri terdiri dari dua lantai. Di dalamnya terdapat koleksi batuan, fosil, mineral serta sejarah manusia lengkap. Museum dibagi tiga ruangan, sejarah kehiduoan, geologis Indonesia, serta geologi dan kehidupan.
      Yang semakin menambah daya tarik dari museum ini adalah adanya sudut planetorium mini. Toko souvenir pun tersedia bagi yang ingin memiliki merchandise museum. Tersedia pernak-pernik yang dapat menarik perhatian anak-anak. Oh ya, bahkan kita bisa berfoto tiga dimensi ala film Jurasic Park di sana. Yang semakin membuat saya betah adalah fasilitas ibadahnya, terdapat mesjid di halaman samping museum.
      Bagaimana, tertarik berwisata edukasi di sana? Seperti yang dikatakan Bapak Ma'mur,ST.,M.Hum sebagai Kepala Seksi Edukasi dan Informasi Museum Geologi, "Bahwa kita harus menyadari, posisi museum itu sebagai apa dalam pembentukan karakter suatu bangsa. Museum sangat membutuhkan orang-orang yang mengapresiasi sejarah dan peninggalannya."
      Saya berkeyakinan, dengan menumbuhkan apresiasi anak terhadap museum, berarti kita telah ikut berperan menanamkan karakter pada mereka. Karakter bangsa yang menghargai sejarah dan peninggalannya.




Jumat, 26 Januari 2018

Mak Masitoh

    Mak Masitoh 'artis' senior Kampung Cilaja. Baginya, menjaga citra sebagai istri bandar sayur terkaya adalah hal mutlak. Mak Masitoh sangat rajin ke pengajian. Walau sebenarnya, dia hanya ingin mengumpulkan decak kagum para jemaah saja.

"Assalammualaikum, mak!" Pak Soleh hansip kampung memanggil. "Ini ada surat, mak."

Mak Masitoh langsung menyambarnya. Matanya berbinar ketika membaca kop suratnya.

"Abah...abah!" Serunya.

Mak Masitoh bergegas menghampiri suaminya yang sedang berjibaku dengan bon-bon.

"Mana jatah belanjaan emak?"
Abah mengernyit, " Jatah belanja yang mana? Minggu kemarin kan sudah."
"Jatah beli baju, "celetuk emak, "yang kemarin itu jatah beli kerudung."
"Baju...kerudung...baju...kerudung, ituuu saja yang emak pikir!" Gusar abah. " Lihat bon-bon piutang masih menumpuk, mak!"
"Emak mau beli abaya merah, "Mak Masitoh mulai merajuk.
"Baju merah emak menumpuk di lemari!" Teriak abah.
"Itu baju-baju lama!" Pekik emak. "Abah pelit!!!"

Ujang tergopoh-gopoh datang mendengar pekikan dan teriakan dari ruang tamu.

"Abaah...emaak...malu sama tetangga dong!" Ujang berusaha melerai keduanya.
"Emakmu itu boros!" Teriak Abah.
Emak melotot, "Abahmu yang pelit!"
"Sudah...sudah!" Lerai Ujang, "biar Ujang pinjami emak uang. Biarlah terlambat sedikit membayar kuliah."
"Tak perlu!" Timpal emak.

    Dibantingnya pintu kamar. Terdengar bunyi pintu lemari dan laci-laci yang dibuka kasar.

"Baiklah, biar saja bajunya tak baru, "gerutu emak sambil merias wajahnya.
Ditambahkannya bergram-gram emas 23 karat di telinga, leher, jemari, dan pergelangannya.

"Coba baca suratnya!" Perintah emak. "Emak tak ingin Mak Suti merasa lebih kaya dari kita."
Disodorkannya surat undangan itu ke hadapan abah dan Ujang. Lalu dengan pongah melangkah keluar rumah. Abah dan Ujang mengerjapkan mata, silau dengan penampilan Mak Masitoh yang bak artis ibukota.

"Lihat saja kau Suti..., "guman emak, "pasti kau kagum dengan penampilanku.

"Maak...emaak!" Panggil Ujang terengah.

Ujang berlari, berusaha menyusul emak yang sedang membuka pintu pekarangan Mak Suti.

"Mak, ayo pulang!" Serunya.
Emak mendelik, "Emak ada pengajian kau suruh pulang?"
"Iya mak, ayo pulang saja!" Ajak Ujang sembari menarik tangan Mak Masitoh.
"Susah-susah emak berdandan!!" Pekik emak. Mengibaskan tangan Ujang.
Ujang mulai kesal, "Lihat maak!!" Disodorkannya surat undangan itu tepat ke wajah emak.
"Baca baik-baik!" Serunya. "Undangannya untuk bapak-bapak, bukan ibu-ibu!!!"



Bandung 260118
Widyacita



Minggu, 21 Januari 2018

The Place Call Home

      Pagi sedikit mendung hari ini di kabupaten Bandung. Seperti rencana awal, tim Sejuta Cinta hendak mengunjungi Bapak Nana di Kampung Cilampeni hari ini. Entah mengapa merasa dimudahkan, meeting point kami ternyata dekat dengan minimarket. Yang akhirnya, menjadi tempat membeli bahan-bahan sembako untuk disumbangkan. Sedikit bingung dengan alamat yang dituju, karena sama-sama tak mengenal daerah itu. Namun, lagi- lagi kemudahan yang didapat oleh kami. Rupanya para kusir delman yang sedang menanti penumpang itu, hafal dengan alamat yang kami cari. Dan subhanallah, jalan masuk menuju rumah Bapak Nana ternyata tak jauh dari jalan raya.
      Menapaki jalan kecil Kampung Cilampeni, di sepanjang sisi kanan jalan Sungai Citarum tampak tenang. Tak jauh kami berjalan, di depan terlihat sejumlah orang seperti sedang kerja bakti. Sama sekali tak menyangka, ternyata mereka tengah membersihkan lingkungan sekitar rumah Bapak Nana. Yah, diawalnya kamipun tak mengira bila mereka tengah membersihkan sekitar rumah bapak itu. Sapa kepala desa yang menyadarkan kami, bila telah sampai di tujuan.
       Rumah itu terletak lebih tinggi dari jalan. Sejumlah orang terlihat tengah membuat rangka rumah dari kayu. Rupanya tempat tinggal Bapak Nana akan direnovasi oleh warga. Sedikit terlambat menaiki tangga, saya asik mengambil gambar kegiatan renovasi itu. Mata menjelajah setiap jengkal tanah pekarangan rumah. Hingga terpaut sosok rekan, yang tengah duduk di bale usang. Tersadar tugas yang belum selesai, kaki mulai menjejaki tanjakan tanah itu. Rekan kami tampak duduk di bale dengan raut trenyuh, sapaan disambut matanya yang menyembunyikan airmata. Tak banyak bertanya, menyusul yang lain masuk ke rumah Bapak Nana. Aroma tak sedap menyergap hidung, jujur saya berusaha menahan rasa ingin muntah. Sulit rasanya berbicara dengan segala aroma menyesakkan itu.
      Bapak tua itu duduk di atas tempat tidur. Dada kanannya berbalut perban, disitulah luka menganga terletak. Seperti yang dikatakan kepala desa, bapak itu terkena kanker, diabetes dan juga tubercolosis. Tampak ia menahan sakit, menyambut tangan saya ketika bersalaman. Bapak Nana tiga bersaudara, dia sendiri belum berkeluarga. Di awalnya dia bekerja sebagai pemulung dan tinggal d rumah kontrakan. Seiring waktu kesehatannya memburuk, dan rumah kontrakannya tak terbayar karena dia tak dapat bekerja. Warga berinisiatif memintanya untuk menempati sebuah rumah kosong. Yah, rumah yang ditempatinya saat ini, bila itu bisa dikatakan rumah.
      Mata mulai menyapu setiap sudut ruangan. Entah apa maksudnya, lantai rumah ditaburi serbuk gergaji. Apakah agar terlihat lebih bersih? Jadi teringat kandang ayam di peternakan melihatnya, astaghfirullah. Setiap sudut ruangan penuh oleh barang-barang, yang entah apa kegunaannya. Lebih tepat, dikatakan seperti rongsokan yang ditimbun dengan sengaja. Ventilasi satu-satunya adalah pintu tempat kami masuk. Pengap dan lembab menyesakkan paru-paru. Bapak tua itu sungguh tak layak tinggal di situ. Paham sudah, mengapa rekan kami duduk termangu di bale usang. Malu mulai merambati hati, betapa seringnya mengeluh tentang keadaan tempat tinggal. Padahal banyak di luar sana yang tinggal di tempat tak layak, atau bahkan tak memilikinya sama sekali. Seperti bapak tua itu.
      Tak banyak yang bisa kami lakukan, selain memberikan bantuan yang tak seberapa. Setidaknya, kami meninggalkan Bapak Nana dengan keyakinan beliau akan baik-baik saja. Melihat kesungguhan warga bergotong-royong membangun rumah untuknya, menumbuhkan pengharapan beliau akan menjadi lebih baik keadaannya. Seperti kata kepala desa, warga selalu memberikan bantuan untuk beliau. Pelayanan kesehatan pun dengan cepat datang dari Puskesmas Katapang, kapanpun dibutuhkan.
     Ternyata di sekitar kita, di lingkungan terdekat kita, ada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Terkadang, kemegahan kota besar membiaskan sisi kehidupan yang lain. Dibalik nyamannya kehidupan kota besar, ada sisi lain yang perlu diperhatikan.
      Salam cinta bagi para pejuang cinta.




Senin, 15 Januari 2018

Bola-bola Singkong

     Hai emaks, sepertinya tanpa cooking atau baking hidup kita datar yah hhee.... Kebiasaan mencari resep baru jadi hobi yang menyenangkan, apalagi bisa langsung mengevaluasi lewat praktek. Wuiih, hal yang ditunggu sekali bisa me time dengan resep baru.
     Sekali ini ingin mencoba praktek dengan bahan dasar yang berbeda. Karena suka singkong, aku cari resep yang berbahan ini. Sebenarnya resep ini sudah lama ada di list yang harus dieksekusi. Yaa, karena banyak alasan ini itu akhirnya baru bulan kemarin dieksekusi, dan baru hari ini diabadikan dalam tulisan hhhee. Resep kali ini seperti biasa resep meraba- raba, karena lupa- lupa ingat dengan resep aslinya. Tapi jangan ditanya soal rasa, ga kalah enak deh sama kue- kue menak.
     Okey emaks, ini dia resep casava balls ala aku :

BAHAN

- singkong, dikira - kira aja yah emaks jangan kebanyakan.
- coklat meses
- keju kraft
- mentega
- vanili
- garam
- susu putih kental manis


CARA MEMBUAT


  • Pertama - tama singkong dikukus dahulu. Diusahakan matangnya cukup sampai bisa dibentuk bola - bola, jangan terlalu lembek. Setelah matang tiriskan terlebih dahulu.
  • Singkong kemudian dihaluskan.
  • Beri garam secukupnya, campurkan pula vanili dan susu kental manis. Campur singkong dan susu kental hingga berasa cukup manis.
  • Bentuk adonan menjadi bola - bola kecil.
  • parut keju dan sisihkan di piring yang berbeda dengan coklat meses.
  • Gulirkan bola singkong di mentega. Kemudian gulirkan lagi di keju parut atau coklat meses.
       Dan bola - bola singkong pun siap untuk disantap. Mudahkan emaks resepnya? Selamat mencoba....