Jumat, 28 April 2017

Kuliner Pasar Baru


Hari ini sepulang pertandingan sepakbola di lembang kami sekeluarga mampir ke pasar baru. Tadinya maksud hati ingin melihat kerudung-kerudung bermotif, tapi jadi sedikit malas juga waktu melihat pengunjung yang cukup berjubel. Mungkin karena hari libur yang cukup panjang dari sabtu hingga senin jadinya pengunjung banyak berdatangan. 
Akhirnya sepakat adik saja yang masuk ke dalam, saya dan anak-anak cukup menunggu di parkiran. 

Menunggu lama membuat mata saya cukup punya waktu untuk berwisata kuliner di sepanjang jalan pecinan lama. Dari ujung jalan masuk hingga ujung jalan yang berseberangan dengan pasar baru, terlihat cukup banyak kuliner di sepanjang sisi jalannya. Yang membuat mata ini penasaran ko ada saja orang yang keluar masuk gang di sebelah toko kerudung di Jalan Pecinan Lama itu. Gangnya tidak bernama dan pintu gerbang besinya terbuka sebelah. Penasaran saya melihat, dan yang terlihat sebuah gerobak mie kocok disana. 



Kebetulan perut sudah mulai memanggil-manggil. Saya dan anak akhirnya mencoba memesan dua mangkuk mie kocok. Sambil memesan bingung juga saya mencari tempat untuk makannya. Karena memang tidak ada, hanya ada dua kursi plastik, itupun diduduki tukang parkir. Duh langsung nelangsa memikirkan harus duduk di pinggiran trotoar. Mangga bu silahkan masuk.. kata si tukang mie kocok. Masuk? kening ini langsung berkrenyit. Rupa-rupanya di depan gang hanya ada rodanya saja, sedangkan tempat makannya ada di bagian dalam gang. 

Ada kantin mungil tempat makan didalam gangnya. Di depannya terpampang tulisan mie kocok Abdul Rais. Tempatnya bersih dan lumayan penuh. Ternyata hidangan mie kocoknyapun lumayan masuk kedalam selera kami. Kikilnya banyak sekali dan empuk di lidah. Tempat ini biasanya buka dari pukul 9 pagi hingga sore hari. Nah ternyata ada juga tempat kuliner yang lumayan asik di dekat pasar baru ini. Bisa dijadikan tempat untuk istirahat sambil menunggu yang sedang berbelanja. 

Senin, 24 April 2017

Rinduku

Dan entah mengapa begitu sesak hati ini,
seketika malam ini begitu saja rindu itu datang..
meluruh dalam untaian airmata
menyita sisa isak dalam haru
ayah kuteringatmu..
pedihku tak menyisakan setitikpun airmata
aku limbung tiada pelindung
aku sendiri mengharu sendu
langkahku letih tak bertujuan

tak seperti dahulu selalu berlabuh dipelukmu..
dalam ragu kucari teguhmu
pilu kelabu selalu yang kutuju doamu
sedih gundah selalu mencarimu
aku limbung..
aku lelah..
aku resah..
seketika terlarut dalam haru
ayah aku rindu..
diam tak membuat luka ini hilang
limbung mencarimu seketika dalam bingung
ayah kumencarimu..
maafkan ku yang tak bisa tanpamu
ayah.. aku rindu

Sabtu, 22 April 2017

Cafe Jalan Otten


DR Otten salah satu nama jalan di Bandung. 
Daerah yang dekat jalan tol Pasteur dan Mall Istana Plaza ini memang terdiri dari jalan-jalan yang dinamai dengan nama dokter. Memang unik, seperti nama jalan DR Djundjunan dan DR Rajiman. Ada juga nama jalan rumah sakit loh, unik dan spesial yah. Di Jalan Otten ada cafe yang terbilang spesial bagi saya dan keluarga, spesial karena keramahan pemiliknya dan spesial karena harganya yang terjangkau. Menolak konsep cafe, pemiliknya menamai tempat usahanya itu dengan nama kedai A Rais. Tempatnya lumayan nyaman dengan aneka macam kuliner khas cirebon seperti nasi jamblang. Untuk menambah kenyamanan pengunjung, di kedai ini disediakan pula wifi gratis. Dan sudah tak asing pula bila pada saat kami mengunjungi kedai ini terlihat pelanggan-pelanggan setianya, seperti beberapa kelompok anak muda yang kerap datang di akhir pekan. 

Kedai A Rais ini beralamat di Jalan DR Otten no 11 dengan ciri khas makanan cirebon. Menu yang ditawarkan seperti empal gentong, nasi jamblang, sate kambing dan ayam, teh poci, tahu gejrot, mie koclok, nasi lengko, roti bakar, aneka juice dan lain-lain. Saya sangat menyukai empal gentong buatan kedai ini, daging empalnya sangat empuk. Roti bakar kejunyapun selalu menjadi sasaran pertama menu yang saya pesan bila datang ke kedai A Rais. Oya, di kedai itu ada mie koclok, bukan mie kocok yah tapi mie koclok. Mie dengan campuran ayam dan memakai santen jadinya beda sekali kan dengan mie kocok.



Kedainya simple dan terkesan santai kan? oya, teh poci di kedai ini buatan sendiri loh, tehnyapun benar-benar disediakan dalam poci. Ada juga susu murni dengan aneka rasa buah ditempat ini. Selain itu bagi yang ingin mengirim oleh-oleh khas Bandung, disana juga ada brownies Amanda. Wah ternyata cukup lengkap juga kuliner yang ditawarkan di kedai A Rais ini. Sepertinya tidak akan rugi bila sedang berwisata ke Bandung, untuk mampir dan menikmati makanan khas cirebon di kedai ini. 



Kamis, 20 April 2017

Kuliner Legendaris Di Sekitar Alun-alun Bandung

       Rasa-rasanya sulit sekali yah jikalau tiada hari tanpa gorengan? Nikmat sekali makan penganan ini apalagi di pagi hari hmm.. Bahkan saya sendiri pecinta sarapan pagi nasi putih plus gorengan bala-bala hehe.. Bala-bala dan bakwan beda loh, beda sedikit dari struktur bentuknya sebenarnya. Pada dasarnya bahan pembuatnya sama terigu dan sayur kol plus wortel, hanya saja bakwan ada udang di topingnya. Tapi terlalu menggemari makanan yang satu ini kurang baik juga, pastinya penyakit kolesterol akan menghantui. Belum lagi bila membeli gorengan di sembarang tempat, minyaknya ituloh patut diwaspadai. Banyak dijumpai penjual gorengan yang memakai minyak berkali-kali hingga tampak hitam. Minyak seperti itu bisa menjadi pencetus penyakit kanker. Jadinya alangkah baiknya membeli. penganan ini ditempat yang terpercaya.





     Kalau kita jalan-jalan di sekitar Alun-alun Bandung pasti akan mendapati banyak pedagang penganan ini. Namun bila berbelok sejenak ke Jalan Dalem Kaum, disana akan kita temui toko gorengan legendaris. Toko Simanalagi sudah ada sejak tahun 1948. Teringat dulu sering sekali kesana hanya sekadar untuk membeli pisang gorengnya. Di toko itu pisang gorengnya terkenal, gorengan combronyapun patut diuji. Selain gorengan, banyak pula penganan tradisional lainnya. Nah sepertinya di Simanalagi ketakutan akan keamanan kualitas gorengan bisa dipertanggungjawabkan deh. Tempatnya bersih, kualitas minyaknya dijamin tidak dipakai hingga melebihi batas keamanan yang diharuskan. Di toko itu kita bisa juga menikmati gorengan hangat ditempat, karena disediakan meja dan kursi untuk para pengunjung. 



      Ada satu lagi tempat legendaris di sekitar alun-alun tepatnya di Jalan Otista tak jauh dari Kings. Toko Roti Sidodadi, toko roti yang tak lekang oleh waktu hehe... Rasa homemadenya bisa diadu dengan roti-roti yang lain. Toko ini buka sekitar pukul 10, tapi dari jam 8 juga sudah bisa melayani pembeli, kita tinggal mengetuk pintunya saja dan pasti langsung dipersilahkan masuk. Dan ketika masuk serasa ada di dunia roti deh. Roti yang populer yaitu roti frans coklat dan ada juga frans polos. Harganya dijamin murah meriah dibawah 14 ribu. Dengan rasa yang enak dan ukuran roti yang besar saya rasa harganya sangatlah murah. 
       Selain itu ada roti tawarnya juga, roti-roti kecil dengan varian rasa yang beragam tak kalah menggugah selera. Saya sangat mengidolakan roti keju dan kornetnya. Roti hornnya juga enak loh. Yang paling saya ingat dari toko roti ini adalah minuman dinginnya, sedari kecil hingga umur sekarang ini selalu saja menyempatkan diri untuk membelinya, sirup jeruk dan susu coklat dingin yang hanya berharga tiga ribu siap menghapus dahaga anda. Asiknya,  bila mengunjungi tempat ini serasa kembali ke masa kecil karena tata letaknya yang tak berubah selama berpuluh-puluh tahun. Di Sidodadi selain roti, banyak pula kue-kue tradisional lainnya, kue tart juga ada loh. Pokoknya toko roti yang satu ini jangan sampai terlewatkan deh bila jalan-jalan ke alun-alun dengan keluarga. 








Rabu, 12 April 2017

Tentang Pulang

      Resah membawa setumpuk gelisah di setiap gerak langkah ini. Hari berlalu, minggu berlalu, bulan berlalu, dan resah itu menjadi semakin nyata. Ketika tekad membuncah, mendalam, tersirat dalam kenyataan bahwa semua semakin memburuk, aku pergi untuk berserah pada ilahi. Melepas keduniawian yang membawa prahara. Bertahun berjalan dalam kegamangan, bimbang seolah menghalang semua langkah. Resah dalam ketidakpahaman. Sedemikiankah dosa-dosa yang kuperbuat dalam penghapusannya? Perih dalam ketidakpastian. 
      Diam.. akhirnya hanya itu yang bisa diperbuat. Mundur melupakan semua keniscayaan yang mengoyak adalah keputusan terakhir. Dan kepahaman akan kekecewaan yang mengelilingi itu sebuah kenyataan. Hanya kata maaf dalam sanubari yang dapat terucap. Ada yang harus dikorbankan demi mencari kebenaran. Kepastian itu pahit, tapi tetap harus diyakini. 
       Yang terdekat dan terkasihi belum tentu yang tersuci. Dan jawab itu semakin memuncak, semakin menuju kejelasan. Begitu banyak yang dikorbankan hingga rahim yang melahirkanpun menjerit tak paham. Benih-benih cinta tergoncang dalam ketidakpahaman. Maaf.. tapi inilah jalan menuju jawaban. Dan masih saja prahara prasangka saling bertautan, pasrah.. karena hanya waktu yang dapat menyelesaikannya. Selalu dalam diam menyangkal semua prasangka, semua akan terjawab dalam waktunya. 
      Dalam diam kusambangi rumah itu, tempat yang berbulan-bulan kutinggalkan dalam kekecewaan. Diam dan diam tak mampu berucap hanya kecewa yang ada. Diam dalam tanya mengapa dan ada apa, berusaha menjawab menyelesaikan semua bingung. Sepertinya aku telah kehabisan tanya, dan jawab telah terangkul. Aku pulang.. kembali ke rahim. Tiada penyesalan melepas yang harus dilepas, karena seperti. dugaku semua menjadi terjawab karenanya. 
       Pulang.. kudapati pekikan sedih darimu. Bukan teriakan kecewa waktu yang lalu, tapi kesedihan yang mendalam. Dan kerinduan itu, ketika kudapati hujaman cium kasih diseluruh wajahku. Dan pelukan yang erat yang seolah tak sudi terlepaskan. Aku pulang ibu... maaf dengan bulan-bulan yang kusia-siakan tanpamu demi mencari kebenaran. Kecewamu tak terbayar tapi jawaban dari semuanya perlahan mulai membayar semua pengorbanan. Tiada sesal, karena semakin kupaham hanya kasih karena hubungan darah yang tersuci. Dan langkah ini masihlah sangat panjang, walau diam dan selalu dalam diam, akan ada masanya akan ada waktunya diam ini menjadi kebahagiaan bagi kalian. 


Senin, 10 April 2017

Seputar Alun-alun Bandung


    Kebetulan di pagi ini ada kesempatan mengunjungi alun-alun dan masih tampak sepi,  hanya ada beberapa orang atau kelompok yang sedang menikmati suasana pagi. Menuju jam 8 pagi kegiatan di mesjid agung mulai terlihat. Pagi ini seharusnya ada kegiatan istighotsah dari ibu Hj. Ida, tapi karena ada kegiatan mtq jadinya ditiadakan untuk hari ini saja. Setiap minggu di setiap hari selasa rutin diadakan kegiatan istighotsah bersama ibu Hj. Ida, jemaahnya berdatangan dari berbagai tempat bahkan mesjid selalu penuh sampai ke terasnya bila ada kegiatan ini. Jemaahnya mengenakan seragam khas yakni baju muslim warna hitam dengan kerudung hijau. 
      Menjelang jam delapan pagi mulai tampak kesibukan di alun-alun. Mulai banyak para ibu yang membawa anak-anaknya bermain di lapangan sintetis. Para penjual yang membawa bolapun berdatangan. Di alun-alun bisa membeli bola seharga 10 ribu dan anak-anak bisa sepuasnya bermain di lapangan. Ruangan terbuka seperti ini memang sangat disenangi anak-anak, selain bola ada juga pedagang yang menawarkan alternatif mainan lainnya. Selain itu ada pula sudut khusus untuk bermain anak, yang sayangnya harus mulai diperbaiki, sudah mulai banyak alat bermain yang rusak. Begitu diminatinya tempat ini sehingga fasilitas yang adapun cepat rusak karena kapasitas pemakainya yang berlebih. 
      Pagi hari tempat ini banyak diminati walau hanya sekedar untuk botram atau makan bersama. Banyak ibu-ibu yang berkumpul disini menikmati udara pagi sambil memakan bekalnya. 

selain para penjaja makanan kecil dan minuman di daerah lapangan rumput, kita juga bisa menikmati aneka kuliner di basement alun-alun. Biasanya hari sabtu dan minggu tempat ini ramai hingga malam hari, dan banyak para pedagang basement yang membawa menu keatas, jadi kita tinggal memesan pada mereka saja nanti makanannya diantar bila sudah jadi. 
     Alun-alun bukan alun-alun namanya bila tanpa Satpol PP. Para bapak dan ibu yang tegas ini selalu berusaha menjalankan tugasnya dalam menjaga ketertiban dan kebersihan tempat ini. Para penjaja makanan dan minumanpun tak bisa seenaknya berdagang di alun-alun, biasanya mereka berjualan secara sembunyi-sembunyi. Bukan berarti menghalangi rejeki mereka, tapi para petugas Satpol PP ini menjalankan tugas untuk menciptakan ketertiban. Selain itu untuk makanan dan minuman bisa didapat di basement, bisa juga kita beranjak sedikit dan masuk ke Jalan Dalem Kaum, di sepanjang jalannya banyak dijajakan makanan. 
      Sangat disayangkan masih ada sudut kosong di alun-alun. Tempat yang saya tahu katanya diperuntukkan untuk perpustakaan. Seandainya benar untuk perpustakaan bisa dibayangkan penuhnya oleh anak-anak sekolah. Belum lagi oleh kami para bloger yang notabene selalu mencari tempat yang cocok untuk menulis. Semoga bukan cuma harapan semu saja. Saya yakin Alun-alun Bandung akan semakin lengkap pencitraannya sebagai tempat wisata keluarga bila perpustakaan itu telah dibuka. 

Wisata Kepagian

     Maksud hati ingin melihat bandung di pagi hari akhirnya kesampaian juga. Sembari menanti jam pulang anak, saya berinisiatif melihat kegiatan di daerah alun-alun Bandung. Awalnya iseng minta diturunkan di cikapundung, niatnya ingin icip-icip makanan pagi yang berjajar di pinggir jalan, tergoda rasanya melihat lontong sayur dan berbagai makanan khas sarapan pagi berjajar disana. Jikalau tidak ingat program makanan sehat yang sedang dijalankan, sudah pasti tukang gorengan itu yang menjadi sasaran empuk saya.
      Lain suasana siang lain pula suasana pagi. Mata ini tertarik dengan fenomena pagi di daerah cikapundung. Tampak sepanjang trotoar terhampar surat kabar-surat kabar dari berbagai media. Yang menarik ko bisa yah semuanya sama berjualan surat kabar?  Para penjualnya duduk-duduk mengaso menanti para pembeli.
Penjual Surat Kabar
 Selidik punya selidik, ternyata mereka ini para agen surat kabar yang menanti para loper koran yang telah berlangganan untuk membawa surat kabar yang akan dijual kepada konsumen.
     Yah, dijalan Ir. Sukarno setiap pagi berjajar para agen surat kabar yang menanti para loper mengambil surat kabar pesanannya. Ini menarik bagi saya karena selama bertahun-tahun hidup di bandung baru menyadari ada aktivitas ini di pagi hari. Dari seorang bapak pula saya mengetahui jikalau percetakan besar surat kabar ada di belakang gedung khitan di jalan Sukarno-Hatta. Ternyata semua media mencetak surat kabarnya ditempat tersebut, kemudian para agen membawanya setiap pagi ke Jalan Ir. Sukarno. Hmm.. wawancara pagi yang menyegarkan.


      Setelah puas menyusuri Jalan Ir. Sukarno, saya berputar arah menuju Jalan Cikapundung. Wah, rasanya sudah lama sekali tidak bertandang ke tempat ini, teringat masa-masa berburu buku tintin disini. Berharap menemukan jejeran penjual harta karun, rupanya saya kepagian hehe... baru sedikit saja yang membuka lapaknya. Seharusnya sekitar jam 9 atau jam 10 datang ke tempat itu, baru kita bisa berpuas diri mencari bahan bacaan yang dibutuhkan. Walaupun begitu, rasanya menyenangkan karena bisa menemukan tempat yang menjual buku-buku lama di salah satu sudutnya. Dan mudah-mudahan bisa menjadi referensi bagi para pencinta buku yang mencari buku dengan harga sesuai kantong.
     Ternyata wisata pagi di Bandung itu tidak melulu wisata kuliner. Banyak fenomena pagi hari yang menarik di kota ini.





Minggu, 02 April 2017

Mutiara Kehidupan 2 - Ketika Allah Menjawab

      Letih hari itu terasa mendera tubuh, beban di hati dan pikiran yang bertubi begitu melemahkan semangat yang ada. Bergegas rasanya bukan kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanku yang bergerak terpaksa melawan malas. Ya tuhan kuatkan aku batinku penat. Sepertinya semangat yang hampir menguap itu mengikis perlahan setiap benteng keyakinanku akan keberadaanNya, astaghfirullah keluh itu terlontar dari hati. 
       Allah itu takkan membebani hambanya diluar kemampuannya. Selalu itu yang kutanamkan, tapi ini terlalu berlebih sudah dari batas kemampuanku pikirku. Dengan sedih pandanganku menyapu lantai dapur yang dipenuhi serakan bahan-bahan kue yang harus diolah. Tak ada yang salah dengan hal itu! seru batin menyemangati. Ayolah bangkitkan tenagamu, selesaikan semua. Namun kembali bayang segala permasalahan menyelimuti tenagaku. Ya allah aku merasa begitu sendiri. 
     Lambat membenahi semua pekerjaan, enggan itu menjegal setiap ide setiap gerakan. Dan.. oh tidak! panik jemari ini memutar keran air. Hunjaman penat makin mendera ketika sadar air dikeran mati. Apa ini? Serasa langkah dihalangi oleh berbagai kendala. Tanpa sengaja sudut mata menangkap angka di regulator gas. Ingin rasanya menjambaki seluruh rambut ketika mataku menangkap jarum regulator di warna merah. Gas pun habis? arg.. apakah seluruh keberuntungan telah menguap dari hidupku. Masih termenung-menung aku tak mencoba bangkit dari kenyataan yang ada, tidak dari permasalahan hari ini tidak pula dari permasalahan yang membayangi. 
      Terduduk termenung, mencoba menangkap kicauan kata tetangga yang mengatakan gas tidak ada dimana-mana karena ini hari minggu. Bayangan kebutuhan yang menghantui begitu menakutkan bagiku, bagaimana ini? bahkan mencoba menjemput rijki seadanyapun begitu banyak penghalang? Aku marah, aku lelah tapi aku tak menyerah.. yah, aku tak boleh menyerah. Kesulitan bukan akhir dari segalanya, kesulitan memberikan kesempatan pada kita untuk dapat menyempurnakan ikhtiar. Dan sedikit semangat itu entah datang darimana merasuki sedikit demi sedikit. 
      Goyah langkahku oleh berat beban yang ada. Ya allah aku yakin pasti ada jalan bagi yang selalu ingin berusaha ucapku membatin. Dan kusempurnakan ikhtiarku hari itu. Kecewa semakin bertambah karena ternyata tetanggaku benar, hari minggu hari libur peredaran gas ditempat itu. Oh padahal aku harus mengolah bahan yang ada keluhku kemudian. Ya Allah mudahkan aku, aku ingin menjemput rijkiku demi anak-anak. Seperti ada yang membimbing, aku berjalan ke depan komplek mesjid, dan masih dengan tangan kosong tak satupun grosir yang menyediakan gas. 
      Ini terakhir batinku, langkah ini tertuju warung didepan jalan. Kosentrasi menyusuri jalan mesjid tak menyadarkanku akan keberadaan seorang ibu yang berjalan dibelakangku dan perlahan menyamai langkahku. Mau kemana bu? sapanya ramah. Tersenyum aku menjawab hendak mencari gas. Ibu itu berkata biasanya ada di warung di gang belakang dan dengan spontan menawarkan bantuan untuk mengantarku. Dengan senang hati aku menerimanya. Seperti yang kukira, setelah hampir tiga tempat yang ditunjukkan sang ibu penolong, semuanya mengatakan hari minggu tidak ada transaksi gas. Si ibu tersenyum melihatku yang hampir putus asa, ayo masih ada satu tempat lagi ajaknya. Akhirnya dia menunjukkan satu warung dipojok di seberang lapangan. Nah biasanya disitu ada teh unjuknya. Satu tempat lagi yang kurang meyakinkan bagiku. Terima kasih bu, biar saya sendiri yang kesana, kasian ibu sudah berkeliling mengantar saya. Ibu itu tersenyum, baiklah.. awas jalan pulangnya jangan sampai salah balasnya. Aku mengangguk berterima kasih padanya. Seperti mimpi akhirnya ketika aku mendapatkan gas di warung pojok itu. Sedikit menyesal karena tidak sekalian membawa tabungnya tadi sewaktu keluar rumah, aku bergegas membayar satu dari dua tabung yang ada. Nanti saya bawa tabungnya dulu ya bu, ucapku pada pemilik warung. 
       Panas menyusuri gang berkelok, bagaimana nanti pas aku bawa tabung berisinya, jalannya jauh seperti ini, batinku memelas. Kalau naik motor pasti tidak akan sesulit ini. Harap tinggal harap karena toh motor dibawa suami kerja. Bergegas aku membawa tabung kosong dan kembali ke warung pojok tadi. Baru saja setengah jalan peluh sudah hampir memenuhi wajah ini. Mengerenyit menahan silau matahari nyaris tak terlihat seorang pria berkendaraan motor melintas disampingku. Gas pada kosong yah bu, saya nyari dimana-mana gak ada, ujarnya sembari melirik tabung yang kutenteng. Oh pak kebetulan di warung yang saya datangi tadi ada tabung gas satu lagi, ujarku padanya. Bapak bisa ikut saya sekarang kesana. Dengan senang hati bapak itu memboncengku ke warung dimaksud. Yang lebih senang lagi si pemilik warung karena ada pembeli yang datang lagi membeli gas. Pak, saya ikut sampai depan gang yah soalnya tabungnya lumayan berat, ucapku berharap akan kebaikannya. Si bapak tersenyum, ayo ayo mari naik! Tak usah sampai depan bu, saya antar sampai rumah saja, ibu sudah berbaik hati mengantar saya ke warung ini. Sekarang saya yang mengantar ibu ke rumah, ujarnya sumringah.  Wah aku surprise dengan kebaikannya, dan ternyata tempat tinggal kamipun tidak berjauhan jaraknya. 
    Ketika tiba di rumah hatiku berubah lega karena air telah diperbaiki. Entah mengapa semuanya jadi berubah baik aku sendiri tak paham. Tanpa terasa beban yang menggelayutipun terasa menguap begitu saja. Aku pikir memang inilah jawaban Allah bagi hambanya yang mau menyempurnakan ikhtiarnya. Bagi hambanya yang mau berprasangka baik kepadaNya. Tanpa kusadari Allah menjawab semua gelisah dihati, Allah berkata bahwa Aku ada dan Aku mendengar semua keluhmu, Aku melihat dirimu. Hanya dari sebuah tabung gas aku belajar akan kasih sayang Allah, akan rahmatnya. Terpuruk di hamparan sajadah aku menangis. Mengapa harus selalu merasa sendiri ketika ada Allah, mengapa harus merasa lemah ketika ada Allah, mengapa harus berputus asa ketika ada Allah. Allah pasti akan menjawab semuanya.