Rabu, 17 Oktober 2018

Putri Tujuh



Cerita Rakyat Dari Provinsi Riau
Putri Tujuh
Oleh : Yola Widya

Dahulu kala, di Provinsi Riau ada sebuah kerajaan yang bernama Sri Bunga Tanjung. Kerajaan itu di pimpin seorang ratu. Ratu Cik Sima memiliki tujuh orang putri yang sangat terkenal kecantikannya. Putri tujuh adalah kebanggaan Kerajaan Sri Bunga Tanjung. Adapun yang paling terkenal kemolekannya adalah putri bungsu yang bernama Mayang Sari. Putri Mayang Sari di beri julukan Mayang Mengurai oleh rakyatnya. Karena selain cantik, ia juga memiliki rambut indah yang panjang terurai.

Pada suatu hari, Pangeran Empang Kuala melewati daerah kerajaan Sri Bunga Tanjung. Karena lelah, ia dan rombongannya bermaksud istirahat sejenak di sungai. Alangkah terkejutnya sang pangeran ketika mengetahui ada tujuh putri yang sedang berendam di lubuk Sarang Umai. Terdengar senda gurau mereka olehnya. Diam-diam ia mengamati putri yang paling cantik. Yang tak lain adalah Putri Mayang Mengurai.

"Putri cantik di Lubuk Umai ... ," gumamnya, "di Umai ... di Umai ... di Umai."

Demikian sang pangeran berkali-kali menyebut "di Umai". Rupanya ia telah telah jatuh cinta pada Putri Mayang Mengurai.



Setelah tiba di kerajaannya, Pangeran Empang Kuala segera meminta utusan kerajaan untuk meminang Putri Mayang Mengurai. Utusan itu membawa tepak sirih sebagai pinangannya. Ketika sampai di Kerajaan Sri Bunga Tanjung, sang utusan diterima oleh Ratu cik Sima. Dengan gelisah ratu menerima tepak sirih tersebut. Ia mendengar dari sang utusan bahwa pangerannya bermaksud meminang Putri Mayang mengurai. Berdasarkan adat Kerajaan Sri Bunga Tanjung, yang seharusnya menikah lebih dulu adalah putri sulung. Karenanya dengan perasaan was-was, ratu mengisi combol yang paling besar dengan pinang dan sirih. Artinya ratu menolak pinangan pangeran untuk putri bungsunya. Dan menyatakan putri sulung yang berhak dipinang terlebih dahulu. Mengetahui pinangan pangerannya ditolak, sang utusan kembali ke kerajaannya dengan perasaan cemas.

"Kurang ajar!" teriak Pangeran Empang Kuala. "Sombong sekali mereka! Siapkan pasukan, kita serang kerajaan mereka!"

Pangeran Empang Kuala merasa terhina dengan penolakan itu. Ia bertekad menaklukan Kerajaan Sri Bunga Tanjung dan mempersunting Putri Mayang Mengurai. Seperti yang ditakutkan Ratu Cik Sima, terjadilah peperangan antara dua kerajaan itu. Ketika perang sedang berkecamuk, ratu bergegas menyelamatkan putri tujuh ke hutan. Ia khawatir kerajaan ditaklukkan dan Putri Mayang Mengurai berhasil dipersunting. Bila itu terjadi berarti adat kerajaan tercoreng. Karenanya putri tujuh diamankan di sebuah gua di tengah hutan.

"Dengarlah baik-baik! Aku sediakan bekal makanan yang cukup untuk kalian di sini. Jagalah diri kalian. Jangan sampai terlihat oleh pasukan musuh." Ratu Cik Sima memberi wejangan pada ketujuh putrinya.

Ternyata perang kedua kerajaan itu berlangsung lama dan sengit. Pasukan Ratu Cik Sima kalah kekuatan. Khawatir kerajaannya ditaklukkan, sang ratu meminta bantuan jin sakti yang sedang bertapa di hulu Sungai Umai. Jin sakti menyanggupi permohonan Ratu Cik Sima.

Pada suatu hari, Pangeran Empang Kuala dan pasukannya beristirahat di bawah pohon bakau di hilir sungai. Tiba-tiba saja beribu-ribu buah bakau menghujani mereka. Terkejut dengan kejadian yang diluar dugaan itu, mereka pun lari tunggang langgang. Dalam waktu yang singkat pasukan Pangeran Empang Kuala dikalahkan oleh jin sakti. Pada saat pasukan pangeran tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima.

"Ratu Cik Sima mengirimkan pesan, Tuanku," berkata sang utusan wibawa. "Siapa yang datang ke tanah kami dengan damai, kami akan menyambut dengan damai pula. Siapa yang datang dengan niat merusak, maka dia akan menerima akibatnya."

Pangeran Empang Kuala termenung memahami pesan tersebut. Akhirnya ia sadar atas kesalahannya. Dialah yang salah tidak bisa menahan amarah. Kemudian sang pangeran memerintahkan pasukannya kembali ke Negeri Empang Kuala.

Ratu Cik Sima merasa lega karena perang berakhir. Ia bergegas ke hutan untuk menjemput putri-putrinya. Betapa terkejutnya sang ratu ketika melihat ketujuh putrinya telah tiada. Rupanya mereka kehabisan bekal makanan. Ratu Cik Sima sangat terpukul. Ia pun jatuh sakit, dan tak lama kemudian meninggal dunia.

Konon dari ucapan Pangeran Empang Kuala "di Umai", nama Dumai diambil. Pengorbanan tujuh putri dalam membela adat kerajaan dikenang dalam sebuah sajak. Dan sampai sekarang sajak itu dijadikan nyanyian pengiring tarian tradisional.

Pesan Moral :

-menghormati adat dan kebudayaan
-membela kebenaran
-marah menimbulkan masalah
-peperangan menyebabkan kehancuran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar