Rabu, 04 Juli 2018

I Love You - Ay Laf Yu

Sepatu-sepatu di rak tampak jarang. Bau sunyi menyergap ketika kubuka pintu toshokan. Lega rasanya karena pojok favorit dekat jendela timur hari ini tak berpenghuni. Apalagi sunggingan selamat pagiku berhasil membuat si penjaga tersenyum. Senyum yang mungkin hanya muncul satu abad sekali darinya.

"Tugas kanji?" wajah muramnya sedikit berekspresi, membalas senyumku.

"Yups!" kamus kanji yang kuangkat ke udara membuatnya puas.

Bergegas kupenuhi pojokan 'romantis' itu dengan tumpukan buku. Tugas kali ini berhasil membuat sel-sel di otak berproduksi lebih. Dua rekan kelompokku, seperti biasa hanya berfungsi sebagai 'cheerleader' saja.

"soriii gue telat!" wajah secantik Julia Robert tiba-tiba muncul.

Kuberikan cengiran kuda terlebar pada sang artis gadungan. "Satu point telat lagi, Elu dapet tambahan nerjemahin!"

"Weks! Si Ilham aja kaga pernah diprotes. Pilih kasih ah!" Krista memberengut.

Seolah mendengar perkataan Krista, cowok berkacamata itu muncul. Aura toshokan mendadak bersemu 'pink'. Para jomblowati sontak merubah pose duduknya, mulai menebar kode 'sapa aku'.

Aku tak pernah paham, apa yang dilihat mereka pada diri Ilham. Seperti hari ini, dengan kemeja hitamnya ia tampak biasa saja. Kerah atasnya yang tak terkancing sama sekali tak tampak seksi. Memang kuakui postur tubuhnya sempurna. Tinggi dan berisi. Tapi itu tak aneh, karena Ilham memang pemain basket. Mungkin hanya isi kepalanya saja yang membuatnya spesial di mataku.

Dan cowok yang diberi nilai "A" itupun duduk dihadapanku. Tangannya gugup mengeluarkan semua isi tas. Buku tabungan dan buku arisan pun tak dilupakannya.

"Huaa udah mau bayar arisan lagi gitu?" seru Krista. Langsung menutup mulutnya begitu terkena kilatan 'petir Thor' si penjaga.

"Eh, engga ko! Gue nyari sesuatu," elak Ilham gugup.

"Lu mencret lagi?" mataku mendelik.

Krista terkikik pelan, "Psstt ... nih ada sisa norit kemaren."

Wajah cowok nilai plus-plus itu tambah gugup. Dan aku makin yakin kalau para jomblowati itu salah. Wajahnya memang cenderung tampan. Tapi tetap saja tak mampu menggeser gunung es di hati.

"Mi, tadi malem ngaji gak?" tanyanya diawali dehem gugup.

Aku mengangkat kepala dari layar laptop. Berusaha mencerna pertanyaan yang terkesan basa-basi itu.

"Kayanya sih iya, gue lupa. Surat pendek aja kalo ga salah."

Ilham terlihat gelisah. Dan setengah jam kemudian gelisahnya mulai berlebih. Aku jadi merasa sedikit bersalah. Mungkin kanji yang harus diterjemahkannya terlalu sulit.

"Mmm Mia. Bantu jawab gue yah!" ucapnya tiba-tiba. Suaranya sedikit bergetar.

"Apaan sih bro? Langsung ajalah, gue lagi pusing nerjemahin nih," tukasku. Jujur aku mulai curiga dengan keanehan sikapnya.

Ilham terbatuk pelan, "Mi, kalo alif fathah bertemu ya' sukun dibaca apa?"

Sontak aku memelototinya. Bukan karena pertanyaannya. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk belajar ngaji.

"Elu mau ngajarin ngaji sekarang? Duuuh tar malem aja kenapa sih?" Aku benar-benar tak habis pikir dengan kegigihannya mengajari Al Quran.

"Psstt baweel, jawab aja!" tukasnya jengkel.

Kupelototi wajahnya yang memerah, "Ay!" jawabku sambil menutup laptop.

"Kalau lam fathah bertemu fa' sukun dibaca apa?" tanyanya lagi.

Keningku berkerut, "Mmm laf?" tak yakin menjawab pertanyaannya.

Ilham mengacungkan jempol, "Kalau ya' dhomah dibaca apa?"

"Yu, kayanya," jawabku sambil terus menulis hasil terjemahan.

"Pinteeerr ... kalau disatuin jadi gimana bacaannya?" Ilham mendesakku.

"Eh, hffftt ay-- laf-- yu," jawabku sambil memelototinya.

Wajah Ilham makin merona, "Me too," ucapnya perlahan.

"Uhuk, hahahaa ... ada yang bawa air ga?" Krista langsung pura-pura sibuk membongkar tasnya.

Kulipat tangan di dada. Berusaha menekan gemuruh yang entah apa namanya. Memandang wajah Ilham yang tengah memandangku. Keringat mulai bermunculan di wajahnya.

"Heh, Elu lagi latihan nyatain? Sama cewe gedung B itu bukan?" nada judesku terdengar sangar di suasana merah jambu itu.

Dan wajah cowok di hadapanku itu seperti tertimpa berton-ton besi. Berusaha tampak tenang Ilham memasukkan semua buku ke dalam tasnya.

"Gue ke kelas duluan. Nitip ini!" diletakkannya bungkusan berpita itu dihadapanku.

"Apaan lagi itu?" erangku.

Ilham menyampirkan tasnya, "Buat cewe yang aku suka."

"Ngapain dititip ke gue? Hei Bro!" seruan tertahanku tak membuat Ilham membalikkan badannya.

Dengan kesal kuraih bungkusan apik itu. Di bagian bawahnya ada tulisan dengan tinta timbul warna perak.

"Mia" jelas tertulis di kertasnya. Krista makin bertingkah konyol. Ia mengerucutkan mulutnya dan menggerakkannya tanpa suara.

"Ay laf yu, ay laf yu, ay laf yu" tulisnya di kertas kosong. Mengiringi gerakan bibirnya.

"Ih Eluuu!" dengan gemas kucubit pipi Julia Robert palsu itu.

Krista berusaha keras menahan tawanya. "Jawab sanaaa!" godanya.

Aku merasa malu. Atau gugup. Atau sesuatu yang mulai merayap di hati. Ah, entah apa ini. Tapi Krista benar, aku harus menjawab pernyataan 'aneh' Ilham. Mungkin nanti, di waktu belajar mengaji.

*************************

Toshokan : perpustakaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar