Diceritakan tinggallah seorang resi di
perbatasan Banyuwangi dan Bali. Resi Begawan dikenal oleh penduduk di sana karena
kesaktiannya. Sayangnya ia memiliki seorang putra yang bertabiat buruk. Padahal
sang resi dan istrinya telah berusaha mendidik putra mereka sebaik mungkin.
Manik Angkeran sangat gemar berjudi. Hampir setiap hari ia mengadu ayam dengan taruhan uang. Dan bukan hal yang aneh
jika terdengar keributan dari tempat tinggal Resi Begawan. Manik Angkeran
selalu meminta ayahnya membayar hutang ketika dirinya kalah berjudi.
“Tak
bosannya Kau merepotkan orang tua!” Resi
Begawan berkacak pinggang. Wajahnya terlihat sangat marah.
Manik
Angkeran berlutut, “Sekali ini lagi saja Ayah. Aku berjanji takkan berjudi
lagi!”
Resi
Begawan dan istrinya sangat kesal dengan kelakuannya. Walaupun telah
dinasehati, Manik Angkeran selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Sang
Resi menatap putranya dengan kecewa, “Aku sangat malu dengan kelakuanmu!
Baiklah sekali ini lagi saja aku akan
menolongmu.”
Manik
Angkeran sangat gembira. Ia tahu jika ayahnya akan selalu bisa diandalkan. Selama ini hutang-hutangnya selalu ditutupi oleh
ayahnya itu. Ia yakin orang tuanya memiliki simpanan yang banyak karena selalu
melunasi hutang judinya.
Sementara itu sang resi selalu menghilang setiap menyanggupi akan melunasi
hutang anaknya. Seringkali Manik Angkeran penasaran kemana ayahnya pergi. Sedangkan ibunya tak pernah memberikan
jawaban yang memuaskan setiap ditanya tentang ayahnya itu.
“Jangan
sampai anak kita tahu kemana aku pergi!” selalu hal itu yang dikatakan Resi
Begawan pada istrinya.
Istri
sang resi mematuhi perintah suaminya. Ia selalu menutupi kepergian suaminya
setiap Manik Angkeran bertanya. Mereka khawatir kelakuan buruk Manik Angkeran
semakin menjadi jika mengetahui rahasia
besar sang resi. Rahasia ini kemudian
tersimpan rapi selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari Manik Angkeran
melakukan kesalahan besar. Rupanya dia tak pernah berhenti berjudi. Dan hari
itu ia mengalami kekalahan. Manik Angkeran harus membayar hutang dengan jumlah
yang sangat banyak.
Resi
Begawan marah besar ketika Manik Angkeran datang dan meminta dirinya untuk kembali
membayar semua hutangya. “Bukankah Kau telah berjanj takkan berjudi lagi?” teriaknya marah.
Manik
Angkeran menggigil ketakutan. Tapi ia lebih takut akibat yang akan diterimanya
jika tak segera membayar hutang. “Kali ini benar-benar yang terakhir ayah!”
jawabnya pelan.
“Benar-benar
anak tak tahu diuntung!” Resi Begawan sangat murka.
Istrinya
kemudian ikut berlutut dihadapannya, “Engkau resi yang bijaksana. Tolonglah
anakmu, kasihani dia. Nyawanya terancam
jika hutangnya tak segera dilunasi,” isak istrinya.
Tapi
hati Resi Begawan tak bisa dibujuk. Ia tetap tak mau membayar hutang Manik
Angkeran. Istrinya sangat kecewa dan sedih dengan keputusannya itu. Melihat
kesedihan istrinya, hati sang resi lambat laun luluh. Ia kemudian memanggil
Manik Angkeran.
“Kali
ini aku masih mau berbaik hati padamu. Tapi setelah ini jangan harap aku mau
menolongmu lagi.” Resi Begawan berkata
tajam pada anaknya.
Manik
Angkeran sangat gembira karena ayahnya berubah pikiran. Di samping itu rasa
penasarannya semakin besar. Hutang yang harus dibayar kali ini jumahnya dua
kali lipat dari hutang-hutang yang lalu.
Ia semakin yakin bila orang tuanya menyimpan harta kekayaan yang banyak di
suatu tempat. Akhirnya Manik Angkeran memutuskan mengikuti ayahnya diam-diam.
Hatinya semakin heran karena ternyata ayahnya berjalan hingga melewati
perbatasan. Ia mengikuti terus sang resi hingga ke sebuah gunung di Bali.
Resi Begawan sangat sedih dengan kelakuan Manik Angkeran. Ia bertekad
ini yang terakhir kalinya ia menolong anaknya itu. Dia berjalan terus hingga
sampai ke Gunung Agung tempat sahabatnya Naga Besukih tinggal. Ia kemudian
mengeluarkan sebuah genta kecil ketika memasuki gua kediaman sang naga. Suara
genta bergema dalam gua yang tak terlalu terang itu. Awalnya tak terdengar
apa-apa ketika genta berbunyi satu kali. Resi
Begawan kemudian menggoyang gentanya lagi. Tak lama kemudian terdengar
suara. Bayangan hitam tampak di dinding gua. Tiba-tiba hawa panas terasa di
kulit sang resi. Manik Angkeran gemetar
ketakutan dari balik bebatuan ketika sang naga memperlihatkan wujudnya.
“Ada
apa lagi kau memangggilku?” suara berat dan menakutkan bergema di gua,
“Aku ingin kau menolongku lagi wahai naga yang
perkasa!” seru Resi Begawan.
Naga
Besukih mendengus, “Aku bosan menolong anakmu yang tak berbakti itu!” suaranya
terdengar kesal.
Resi
Begawan tahu Naga Besukih tak suka pada anaknya yang suka berjudi itu. Tapi ia berusaha keras membujuknya.
Sang
naga akhirnya luluh, “Baiklah, aku akan menolongmu,” ucap sang naga mengalah.
Naga
Besukih kemudian berputar dan menggoyangkan badannya. Cahaya remang
memperlihatkan sisik di lehernya yang penuh oleh uang logam. Sedangkan ekornya
dipenuhi intan dan emas batangan. Manik Angkeran sangat terpesona ketika menyaksikan
harta yang berjatuhan dari tubuh sang naga. Resi Begawan kemudian kembali ke
Banyuwangi setelah mendapatkan uang untuk membayar hutang judi anaknya.
Sifat serakah Manik Angkeran
membuatnya ingin memiliki harta yang menempel di tubuh Naga Besukih. Ia ingin
mengambil batangan emas dan intan yang terdapat di ekor naga. Kemudian dia pun
mengambil genta ayahnya diam-diam. Dan tanpa sepengetahuan orang tuanya dia
pergi ke Gunung Agung.
Manik
Angkeran dengan semangat menggoyangkan gentanya ketika memasuki gua tempat
tinggal naga. Tubuhnya mendadak tegang ketika bayangan hitam itu terlihat lagi
di dinding gua.
“Siapa
Kau?” suara Naga Besukih menggelegar. Mata merahnya menusuk tajam.
Manik
Angkeran gemetar, “Aku anak dari Resi Begawan. Aku diutus oleh ayahku untuk
meminta pertolongan padamu.”
Naga
menggeram. Napasnya terasa panas dikulit Manik Angkeran. Naga Besukih merasa
ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi pemuda didepannnya itu memegang genta sang resi. Pasti memang Resi
Begawanlah yang mengutusnya datang.
“Katakan
apa maumu!” seru Naga Besukih kemudian.
“Aku
membutuhkan uang logam yang banyak!” jawab Mani Angkeran bersemangat.
Naga
dengan enggan memutar tubuhnya. Dan mulai menggoyangkan badannya agar sisik di
lehernya berjatuhan. Tanpa disadarinya, Manik Angkeran mengendap perlahan di
belakangnya. Kemudian pemuda serakah itu memotong ekor sang naga dengan sebuah
pedang. Naga Besukih meraung kesakitan. Ia menyemburkan api ke segala
arah. Manik Angkeran sangat ketakutan.
Ia tak menyangka naga itu memiliki semburan api. Ia berusaha menghindar sekuat
tenaga. Tapi malang nasibnya, ia kemudian berubah menjadi abu setelah terkena api sang naga.
Resi Begawan sangat khawatir ketika
mendengar raungan Naga Besukih. Ia bergegas pulang untuk mengambil gentanya.
Betapa terkejut dirinya ketika mendapati
genta itu telah hilang. Sang resi langsung menduga bila Manik Angkeran yang
telah mengambilnya. Kemudian dengan segera ia menyusul anaknya ke Gunung Agung.
Betapa sedih hatinya ketika mendapati anaknya itu telah menjadi abu.
“Kumohon
hidupkan kembali anakku dengan kesaktianmmu, wahai naga yang agung!” serunya
memohon dengan sangat.
Naga
Besukih yang kesakitan menjawab dengan marah. “Anakmu bodoh! Ia menginginkan
harta di ekorku untuk berjudi!” raungnya.
“Aku
akan menyambung ekormu kembali dengan syarat Kau hidupkan kembali dia!” seru
sang resi. Ia tahu kesaktian Naga Besukih bisa meghidupkan kembali yang terkena
semburan apinya.
Naga
Besukih meraung marah, “Aku akan hidupkan dia lagi asal kau menjaganya
untuk tidak berjudi!”
Resi
Begawan menyanggupinya. Ia kemudian menyambung kembali ekor Naga Besukih. Dan
sang naga pun menepati janjinya dengan menghidupkan kembali Manik Angkeran.
Pemuda itu sangat senang bisa hidup lagi. Dia kemudian berjanji pada ayahnya
untuk benar-benar bertobat. Resi Begawan senang anaknya telah sadar. Ia lalu
mengajak pemuda itu untuk pulang. Ketika tiba di perbatasan Banyuwangi dan Bali
tiba-tiba resi itu menancapkan
tongkatnya.
“Apa
yang Ayah lakukan?” seru Manik Angkeran keheranan.
Resi
Begawan tak menjawab. Tak lama kemudian ia mencabut tongkat saktinya. Dari
lubang tancapan tongkatnya itu keluar semburan air. Air yang memancar deras
dari lubang itu semakin lama semakin lebar hingga memisahkan ayah dan anak itu.
“Tinggallah
Kau di Bali anakku! Aku takut bila kau ikut denganku akan kembali lagi
berjudi!” seru Resi Begawan.
Manik
Angkeran tak bisa berbuat apa-apa ketika melihat sang resi pergi meninggalkan
dirnya. Sementara itu air yang menggenang semakin lebar. Dan lama kelamaan
membentuk sebuah selat. Selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali itu kemudian
dinamai Selat Bali.
***
Wahhh aku baru tahu tentang legenda Selat Bali ini. Nuhun sharing-nya Mba. Semoga Manik berubah perangai ya selama tinggal di Bali dan jauh dari sang Ayah.
BalasHapusSama-sama, Mbak
BalasHapus