Minggu, 22 Juli 2018

ASAL MULA SELAT BALI


             Diceritakan tinggallah seorang resi di perbatasan Banyuwangi dan Bali. Resi Begawan dikenal oleh penduduk di sana karena kesaktiannya. Sayangnya ia memiliki seorang putra yang bertabiat buruk. Padahal sang resi dan istrinya telah berusaha mendidik putra mereka sebaik mungkin. Manik Angkeran sangat gemar berjudi. Hampir setiap hari ia mengadu ayam  dengan taruhan uang. Dan bukan hal yang aneh jika terdengar keributan dari tempat tinggal Resi Begawan. Manik Angkeran selalu meminta ayahnya membayar hutang ketika dirinya kalah berjudi.
“Tak bosannya Kau merepotkan orang tua!”  Resi Begawan berkacak pinggang. Wajahnya terlihat sangat marah.
Manik Angkeran berlutut, “Sekali ini lagi saja Ayah. Aku berjanji takkan berjudi lagi!”
Resi Begawan dan istrinya sangat kesal dengan kelakuannya. Walaupun telah dinasehati, Manik Angkeran selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Sang Resi menatap putranya dengan kecewa, “Aku sangat malu dengan kelakuanmu! Baiklah sekali ini lagi saja aku akan  menolongmu.”
Manik Angkeran sangat gembira. Ia tahu jika ayahnya akan selalu bisa diandalkan.  Selama ini hutang-hutangnya selalu ditutupi oleh ayahnya itu. Ia yakin orang tuanya memiliki simpanan yang banyak karena selalu melunasi hutang judinya.
            Sementara itu sang resi selalu  menghilang setiap menyanggupi akan melunasi hutang anaknya. Seringkali Manik Angkeran penasaran kemana ayahnya pergi.  Sedangkan ibunya tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan setiap ditanya tentang ayahnya itu.
“Jangan sampai anak kita tahu kemana aku pergi!” selalu hal itu yang dikatakan Resi Begawan pada istrinya.
Istri sang resi mematuhi perintah suaminya. Ia selalu menutupi kepergian suaminya setiap Manik Angkeran bertanya. Mereka khawatir kelakuan buruk Manik Angkeran semakin menjadi jika mengetahui rahasia  besar  sang resi. Rahasia ini kemudian tersimpan rapi selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari Manik Angkeran melakukan kesalahan besar. Rupanya dia tak pernah berhenti berjudi. Dan hari itu ia mengalami kekalahan. Manik Angkeran harus membayar hutang dengan jumlah yang sangat banyak.
Resi Begawan marah besar ketika Manik Angkeran datang dan meminta dirinya untuk kembali membayar semua hutangya. “Bukankah Kau telah berjanj takkan berjudi  lagi?” teriaknya marah.
Manik Angkeran menggigil ketakutan. Tapi ia lebih takut akibat yang akan diterimanya jika tak segera membayar hutang. “Kali ini benar-benar yang terakhir ayah!” jawabnya pelan.
“Benar-benar anak tak tahu diuntung!” Resi Begawan sangat murka.
Istrinya kemudian ikut berlutut dihadapannya, “Engkau resi yang bijaksana. Tolonglah anakmu, kasihani dia.  Nyawanya terancam jika hutangnya tak segera dilunasi,” isak istrinya.
Tapi hati Resi Begawan tak bisa dibujuk. Ia tetap tak mau membayar hutang Manik Angkeran. Istrinya sangat kecewa dan sedih dengan keputusannya itu. Melihat kesedihan istrinya, hati sang resi lambat laun luluh. Ia kemudian memanggil Manik Angkeran.
“Kali ini aku masih mau berbaik hati padamu. Tapi setelah ini jangan harap aku mau menolongmu lagi.” Resi Begawan berkata  tajam pada anaknya.
Manik Angkeran sangat gembira karena ayahnya berubah pikiran. Di samping itu rasa penasarannya semakin besar. Hutang yang harus dibayar kali ini jumahnya dua kali lipat dari  hutang-hutang yang lalu. Ia semakin yakin bila orang tuanya menyimpan harta kekayaan yang banyak di suatu tempat. Akhirnya Manik Angkeran memutuskan mengikuti ayahnya diam-diam. Hatinya semakin heran karena ternyata ayahnya berjalan hingga melewati perbatasan. Ia mengikuti terus sang resi hingga ke sebuah gunung di Bali.
            Resi Begawan sangat sedih  dengan kelakuan Manik Angkeran. Ia bertekad ini yang terakhir kalinya ia menolong anaknya itu. Dia berjalan terus hingga sampai ke Gunung Agung tempat sahabatnya Naga Besukih tinggal. Ia kemudian mengeluarkan sebuah genta kecil ketika memasuki gua kediaman sang naga. Suara genta bergema dalam gua yang tak terlalu terang itu. Awalnya tak terdengar apa-apa ketika genta berbunyi satu kali. Resi  Begawan kemudian menggoyang gentanya lagi. Tak lama kemudian terdengar suara. Bayangan hitam tampak di dinding gua. Tiba-tiba hawa panas terasa di kulit sang resi.  Manik Angkeran gemetar ketakutan dari balik bebatuan ketika sang naga memperlihatkan wujudnya.
“Ada apa lagi kau memangggilku?” suara berat dan menakutkan bergema di gua,
“Aku  ingin kau menolongku lagi wahai naga yang perkasa!” seru Resi Begawan.
Naga Besukih mendengus, “Aku bosan menolong anakmu yang tak berbakti itu!” suaranya terdengar kesal.
Resi Begawan tahu Naga Besukih tak suka pada anaknya yang suka berjudi  itu. Tapi ia berusaha keras membujuknya.
Sang naga akhirnya luluh, “Baiklah, aku akan menolongmu,” ucap sang naga mengalah.
Naga Besukih kemudian berputar dan menggoyangkan badannya. Cahaya remang memperlihatkan sisik di lehernya yang penuh oleh uang logam. Sedangkan ekornya dipenuhi intan dan emas batangan. Manik Angkeran sangat terpesona ketika menyaksikan harta yang berjatuhan dari tubuh sang naga. Resi Begawan kemudian kembali ke Banyuwangi setelah mendapatkan uang untuk membayar hutang judi anaknya.
            Sifat serakah Manik Angkeran membuatnya ingin memiliki harta yang menempel di tubuh Naga Besukih. Ia ingin mengambil batangan emas dan intan yang terdapat di ekor naga. Kemudian dia pun mengambil genta ayahnya diam-diam. Dan tanpa sepengetahuan orang tuanya dia pergi ke Gunung Agung.
Manik Angkeran dengan semangat menggoyangkan gentanya ketika memasuki gua tempat tinggal naga. Tubuhnya mendadak tegang ketika bayangan hitam itu terlihat lagi di dinding gua.
“Siapa Kau?” suara Naga Besukih menggelegar. Mata merahnya menusuk tajam.
Manik Angkeran gemetar, “Aku anak dari Resi Begawan. Aku diutus oleh ayahku untuk meminta pertolongan padamu.”
Naga menggeram. Napasnya terasa panas dikulit Manik Angkeran. Naga Besukih merasa ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi pemuda didepannnya itu  memegang genta sang resi. Pasti memang Resi Begawanlah yang mengutusnya datang.
“Katakan apa maumu!” seru Naga Besukih kemudian.
“Aku membutuhkan uang logam yang banyak!” jawab Mani Angkeran bersemangat.
Naga dengan enggan memutar tubuhnya. Dan mulai menggoyangkan badannya agar sisik di lehernya berjatuhan. Tanpa disadarinya, Manik Angkeran mengendap perlahan di belakangnya. Kemudian pemuda serakah itu memotong ekor sang naga dengan sebuah pedang. Naga Besukih meraung kesakitan. Ia menyemburkan api ke segala arah.  Manik Angkeran sangat ketakutan. Ia tak menyangka naga itu memiliki semburan api. Ia berusaha menghindar sekuat tenaga.  Tapi  malang nasibnya, ia kemudian berubah menjadi  abu setelah terkena api sang naga.
            Resi Begawan sangat khawatir ketika mendengar raungan Naga Besukih. Ia bergegas pulang untuk mengambil gentanya. Betapa  terkejut dirinya ketika mendapati genta itu telah hilang. Sang resi langsung menduga bila Manik Angkeran yang telah mengambilnya. Kemudian dengan segera ia menyusul anaknya ke Gunung Agung. Betapa sedih hatinya ketika mendapati anaknya itu telah menjadi abu.
“Kumohon hidupkan kembali anakku dengan kesaktianmmu, wahai naga yang agung!” serunya memohon dengan sangat.
Naga Besukih yang kesakitan menjawab dengan marah. “Anakmu bodoh! Ia menginginkan harta di ekorku untuk berjudi!” raungnya.
“Aku akan menyambung ekormu kembali dengan syarat Kau hidupkan kembali dia!” seru sang resi. Ia tahu kesaktian Naga Besukih bisa meghidupkan kembali yang terkena semburan apinya.
Naga Besukih meraung marah, “Aku akan hidupkan dia lagi asal kau menjaganya untuk  tidak berjudi!”
Resi Begawan menyanggupinya. Ia kemudian menyambung kembali ekor Naga Besukih. Dan sang naga pun menepati janjinya dengan menghidupkan kembali Manik Angkeran. Pemuda itu sangat senang bisa hidup lagi. Dia kemudian berjanji pada ayahnya untuk benar-benar bertobat. Resi Begawan senang anaknya telah sadar. Ia lalu mengajak pemuda itu untuk pulang. Ketika tiba di perbatasan Banyuwangi dan Bali tiba-tiba resi itu menancapkan  tongkatnya.
“Apa yang Ayah lakukan?” seru Manik Angkeran keheranan.
Resi Begawan tak menjawab. Tak lama kemudian ia mencabut tongkat saktinya. Dari lubang tancapan tongkatnya itu keluar semburan air. Air yang memancar deras dari lubang itu semakin lama semakin lebar hingga memisahkan ayah dan anak itu.
“Tinggallah Kau di Bali anakku! Aku takut bila kau ikut denganku akan kembali lagi berjudi!” seru Resi Begawan.
Manik Angkeran tak bisa berbuat apa-apa ketika melihat sang resi pergi meninggalkan dirnya. Sementara itu air yang menggenang semakin lebar. Dan lama kelamaan membentuk sebuah selat. Selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali itu kemudian dinamai Selat Bali.
***

2 komentar:

  1. Wahhh aku baru tahu tentang legenda Selat Bali ini. Nuhun sharing-nya Mba. Semoga Manik berubah perangai ya selama tinggal di Bali dan jauh dari sang Ayah.

    BalasHapus