Teringat
ketika pertama kali saya menyandang sebutan single
parent, waktu itu benar-benar berada dalam kondisi yang membutuhkan
sokongan emosi. Mendadak hidup tanpa pendamping dan tersadar harus bisa hidup
sendiri, membuat saya terguncang dan ketakutan. Terlebih karena harus tetap
melanjutkan kehidupan sedangkan selama ini sama sekali belum pernah belajar
mencari uang sendiri. Jadilah selama beberapa bulan saya hidup dalam kekalutan
dan tidak tahu harus berbuat apa. Seandainya sebelumnya saya tidak mengandalkan
pasangan untuk mencari uang, pastinya kebingungan itu tak perlu terjadi.
Akhirnya karena nol pengalaman dan juga modal, yang bisa
saya lakukan hanya mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan. Hal yang berat
juga karena tetap saja melamar pekerjaan itu butuh biaya yang tidak sedikit.
Setelah berbulan-bulan penantian dan hampir putus asa, akhirnya ada kesempatan
bagi saya untuk berkarir. Setelah mendapat pekerjaan, jadi terpikirkan untuk
tidak terlalu mengandalkan pasangan lagi sekiranya nanti berkesempatan berumah
tangga kembali. Dan dari pengalaman saya berkesimpulan kalau wanita itu memang
harus belajar mandiri, wanita jangan terlalu mengandalkan pasangan. Dan banyak
hal yang bisa dilakukan dari rumah tanpa harus meninggalkan keluarga demi
mencari rupiah.
Ternyata kesimpulan seperti itu tidak melulu datang dari orang
yang pernah mengalami kesulitan mendulang rupiah karena belum mandiri. Ketika
Selasa kemarin diajak teman ke Bandung Barat, saya sempat terharu karena acara
yang diadakan ternyata untuk melatih kemandirian wanita. Awalnya saya pikir ini
hanya acara demo masak biasa, ternyata ada niat mulia dibaliknya. Dan yang
benar-benar membuat terkejut acaranya diselenggarakan oleh sebuah panti anak
yatim. That’s really amazing! Para
pengurus panti ini sangat peduli dengan kemandirian wanita, dan berencana
memberikan pelatihan-pelatihan bagi kaum perempuan di sekitar panti untuk
menunjangnya.
Yayasan Al Hilal yang kami kunjungi terletak di Bandung
Barat, Rancapanggung Cililin. Awalnya saya tidak menyangka kalau rumah besar
yang langsung terlihat begitu masuk jalan kecil adalah sebuah panti. Dan ketika
membaca poster-poster yang terpampang di halaman depan barulah saya
menyadarinya, karena panti itu benar-benar terlihat seperti rumah biasa saja.
Setelah dipersilahkan masuk oleh beberapa anak perempuan yang menyambut kami di
halaman depan, barulah saya mau mengakui kalau itu benar-benar sebuah panti anak yatim.
Mengapa harus mandiri?
Ustad
Arif sebagai pimpinan panti ini berharap dengan pelatihan-pelatihan yang
diselenggarakan oleh Yayasan Al Hilal para ibu nantinya bisa melihat
peluang-peluang bisnis yang ada di sekitarnya. Berharap pelatihan hari ini bisa
menjadi bisnis rumahan bagi para ibu sehingga mereka bisa menghasilkan uang
sendiri dan menjadi mandiri. Beliau mengatakan banyak wanita yang tiba-tiba
harus jadi tulang punggung keluarga karena ditinggalkan oleh pasangannya, baik
karena perceraian maupun kematian. Oleh karenanya pelatihan semacam ini
diharapkan bisa mengantisipasi hal tersebut.
Saya dan Evi Herawati sebagai nara sumber acara ini
sangat senang melihat antusiasme para ibu yang hadir. Acaranya pun berlangsung
penuh keakraban dan kekeluargaan. Antusiasme mereka bisa dimaklumi karena teman
saya ini memperagakan pembuatan telur asin yang berbeda dari yang biasanya.
Saya pun baru tahu kalau telur asin bisa juga dibuat hanya dengan menggunakan
media air saja. Sangat praktis saya pikir, dan lebih bersih dibandingkan dengan
yang menggunakan media tanah ataupun abu gosok. Malah ibu saya pernah membuat
telur asin dengan menggunakan abu gosok kemudian direndam dalam beras selama
dua minggu. Dengan menggunakan media air ini, telur asin bisa diletakkan dimana
saja ketika direndam dalam toples.
Bagaimana cara membuatnya?
Ternyata
pembuatan telur asin dengan cara ini benar-benar mudah. Pertama-tama yang harus
dilakukan adalah mencuci telur bebek yang baru dibeli. Biasanya telur bebek di
pasar masih dalam keadaan penuh dengan kotoran dan perlu dibersihkan. Setelah
itu telur direndam dalam baskom yang diisi air. Kalau ada telur yang mengambang
berarti kondisi telurnya kurang baik dan sebaiknya tidak digunakan. Hanya telur
yang tenggelam dalam air yang bisa digunakan untuk membuat telur asin.
Nara sumber : Evi Herawati |
Telur bebek direndam dahulu untuk memilih yang bagus |
Selanjutnya telur yang baik dikeringkan dahulu sebelum
diampelas. Telur bebek diampelas hingga pori-porinya terlihat dan kulit telur
menjadi bersih dan halus.
Keringkan dahulu telur sebelum diampelas |
Telur diampelas hingga terlihat pori-pori dan halus |
Setelah itu siapkan toples-toples yang akan digunakan untuk
merendam telur. Masukkan telur-telur yang telah selesai diampelas ke dalamnya.
Kemudian isi semua toples dengan air yang telah dicampur garam sebanyak satu
bungkus. Biasanya akan ada telur yang mengambang ketika toples diisi air, dan
untuk mengantisipasinya tekan telur yang mengambang itu dengan plastik bening
yang telah diisi air sehingga tenggelam lagi.
Telur yang mengambang ditekan dengan plastik yang diisi air |
Telur dimasukkan ke toples dan diberi air garam |
Telur direndam kurang lebih selama 14 hari. Setelah dua
minggu telur bisa diangkat dari dalam toples. Kemudian siapkan panci untuk
merebus. Jangan lupa telur dibersihkan dulu dari sisa-sisa garam yang menempel
sebelum direbus. Rebus telur bersamaan dengan air yang baru dituang ke dalam
panci selama satu jam. Oh, ya, telur bisa
juga dikukus. Tapi hasil telur asin yang dikukus kurang cantik. Biasanya kulit
telur yang dikukus akan ada bagian-bagian yang gelap, jadinya terlihat kusam.
Telur asin yang telah direbus |
Alternatif lain yang disebutkan oleh Evi adalah
penambahan varian rasa untuk telur asin. Kita bisa menambahkan rasa pedas atau
bawang putih ke dalam air rendaman garam. Sayangnya hasilnya belum sebagus rasa
yang disuntikkan ke dalam telur. Atau bisa juga dengan mengolah telur asin
sebelum direbus menjadi botok telur,
dan botok ini ternyata banyak
peminatnya.
Sangat menyenangkan melihat peserta yang begitu antusias
mengikuti pelatihan hingga akhir acara. Dan beberapa dari peserta telah mulai
bertekad untuk mempraktekkan sekaligus menjualnya. Dan pihak panti dengan
senang hati menanti hasil praktek dari para peserta, mereka menyanggupi menjadi
pembeli pertama. Saya melihat adanya ikatan batin antara para ibu dan para
penghuni rumah panti ini. Dan semoga saja apa yang menjadi tujuan para pengurus
panti dapat terwujud. Terlebih lagi mereka akan terus mengadakan pelatihan
seperti ini secara berkala.
Rancapanggung dengan panti yatimnya telah membawa warna
baru dalam pemahaman saya tentang sebuah kemandirian. Ternyata banyak orang
yang peduli dengan para wanita yang tiba-tiba harus jadi tulang punggung
keluarga. Dan memang sudah waktunya para wanita untuk meng-upgrade diri mereka dengan ilmu yang bisa diaplikasikan untuk
menambah penghasilan rumah tangga. Dengan kata lain, bukan saatnya kita sebagai
wanita terlena dengan segala
fasilitas yang diberikan oleh pasangan. Kita pun harus bisa menjadi partner
baginya untuk menambah penghasilan sekaligus mempersiapkan diri menghadapi
hal-hal terburuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar