Senin, 26 November 2018

Wanita Mandiri dan Telur Asin


Teringat ketika pertama kali saya menyandang sebutan single parent, waktu itu benar-benar berada dalam kondisi yang membutuhkan sokongan emosi. Mendadak hidup tanpa pendamping dan tersadar harus bisa hidup sendiri, membuat saya terguncang dan ketakutan. Terlebih karena harus tetap melanjutkan kehidupan sedangkan selama ini sama sekali belum pernah belajar mencari uang sendiri. Jadilah selama beberapa bulan saya hidup dalam kekalutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Seandainya sebelumnya saya tidak mengandalkan pasangan untuk mencari uang, pastinya kebingungan itu tak perlu terjadi.

            Akhirnya karena nol pengalaman dan juga modal, yang bisa saya lakukan hanya mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan. Hal yang berat juga karena tetap saja melamar pekerjaan itu butuh biaya yang tidak sedikit. Setelah berbulan-bulan penantian dan hampir putus asa, akhirnya ada kesempatan bagi saya untuk berkarir. Setelah mendapat pekerjaan, jadi terpikirkan untuk tidak terlalu mengandalkan pasangan lagi sekiranya nanti berkesempatan berumah tangga kembali. Dan dari pengalaman saya berkesimpulan kalau wanita itu memang harus belajar mandiri, wanita jangan terlalu mengandalkan pasangan. Dan banyak hal yang bisa dilakukan dari rumah tanpa harus meninggalkan keluarga demi mencari rupiah.


            Ternyata kesimpulan seperti itu tidak melulu datang dari orang yang pernah mengalami kesulitan mendulang rupiah karena belum mandiri. Ketika Selasa kemarin diajak teman ke Bandung Barat, saya sempat terharu karena acara yang diadakan ternyata untuk melatih kemandirian wanita. Awalnya saya pikir ini hanya acara demo masak biasa, ternyata ada niat mulia dibaliknya. Dan yang benar-benar membuat terkejut acaranya diselenggarakan oleh sebuah panti anak yatim. That’s really amazing! Para pengurus panti ini sangat peduli dengan kemandirian wanita, dan berencana memberikan pelatihan-pelatihan bagi kaum perempuan di sekitar panti untuk menunjangnya.

            Yayasan Al Hilal yang kami kunjungi terletak di Bandung Barat, Rancapanggung Cililin. Awalnya saya tidak menyangka kalau rumah besar yang langsung terlihat begitu masuk jalan kecil adalah sebuah panti. Dan ketika membaca poster-poster yang terpampang di halaman depan barulah saya menyadarinya, karena panti itu benar-benar terlihat seperti rumah biasa saja. Setelah dipersilahkan masuk oleh beberapa anak perempuan yang menyambut kami di halaman depan, barulah saya mau mengakui kalau itu benar-benar sebuah panti anak yatim.

Mengapa harus mandiri?

Ustad Arif sebagai pimpinan panti ini berharap dengan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan Al Hilal para ibu nantinya bisa melihat peluang-peluang bisnis yang ada di sekitarnya. Berharap pelatihan hari ini bisa menjadi bisnis rumahan bagi para ibu sehingga mereka bisa menghasilkan uang sendiri dan menjadi mandiri. Beliau mengatakan banyak wanita yang tiba-tiba harus jadi tulang punggung keluarga karena ditinggalkan oleh pasangannya, baik karena perceraian maupun kematian. Oleh karenanya pelatihan semacam ini diharapkan bisa mengantisipasi hal tersebut.

            Saya dan Evi Herawati sebagai nara sumber acara ini sangat senang melihat antusiasme para ibu yang hadir. Acaranya pun berlangsung penuh keakraban dan kekeluargaan. Antusiasme mereka bisa dimaklumi karena teman saya ini memperagakan pembuatan telur asin yang berbeda dari yang biasanya. Saya pun baru tahu kalau telur asin bisa juga dibuat hanya dengan menggunakan media air saja. Sangat praktis saya pikir, dan lebih bersih dibandingkan dengan yang menggunakan media tanah ataupun abu gosok. Malah ibu saya pernah membuat telur asin dengan menggunakan abu gosok kemudian direndam dalam beras selama dua minggu. Dengan menggunakan media air ini, telur asin bisa diletakkan dimana saja ketika direndam dalam toples.

Bagaimana cara membuatnya?

       Ternyata pembuatan telur asin dengan cara ini benar-benar mudah. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencuci telur bebek yang baru dibeli. Biasanya telur bebek di pasar masih dalam keadaan penuh dengan kotoran dan perlu dibersihkan. Setelah itu telur direndam dalam baskom yang diisi air. Kalau ada telur yang mengambang berarti kondisi telurnya kurang baik dan sebaiknya tidak digunakan. Hanya telur yang tenggelam dalam air yang bisa digunakan untuk membuat telur asin.

Nara sumber : Evi Herawati

Telur bebek direndam dahulu untuk memilih yang bagus
            Selanjutnya telur yang baik dikeringkan dahulu sebelum diampelas. Telur bebek diampelas hingga pori-porinya terlihat dan kulit telur menjadi bersih dan halus.

Keringkan dahulu telur sebelum diampelas

Telur diampelas hingga terlihat pori-pori dan halus

            Setelah itu siapkan toples-toples yang akan digunakan untuk merendam telur. Masukkan telur-telur yang telah selesai diampelas ke dalamnya. Kemudian isi semua toples dengan air yang telah dicampur garam sebanyak satu bungkus. Biasanya akan ada telur yang mengambang ketika toples diisi air, dan untuk mengantisipasinya tekan telur yang mengambang itu dengan plastik bening yang telah diisi air sehingga tenggelam lagi.

Telur yang mengambang ditekan dengan plastik yang diisi air

Telur dimasukkan ke toples dan diberi air garam 

            Telur direndam kurang lebih selama 14 hari. Setelah dua minggu telur bisa diangkat dari dalam toples. Kemudian siapkan panci untuk merebus. Jangan lupa telur dibersihkan dulu dari sisa-sisa garam yang menempel sebelum direbus. Rebus telur bersamaan dengan air yang baru dituang ke dalam panci selama satu jam.  Oh, ya, telur bisa juga dikukus. Tapi hasil telur asin yang dikukus kurang cantik. Biasanya kulit telur yang dikukus akan ada bagian-bagian yang gelap, jadinya terlihat kusam.

Telur asin yang telah direbus

            Alternatif lain yang disebutkan oleh Evi adalah penambahan varian rasa untuk telur asin. Kita bisa menambahkan rasa pedas atau bawang putih ke dalam air rendaman garam. Sayangnya hasilnya belum sebagus rasa yang disuntikkan ke dalam telur. Atau bisa juga dengan mengolah telur asin sebelum direbus menjadi botok telur, dan botok ini ternyata banyak peminatnya.

            Sangat menyenangkan melihat peserta yang begitu antusias mengikuti pelatihan hingga akhir acara. Dan beberapa dari peserta telah mulai bertekad untuk mempraktekkan sekaligus menjualnya. Dan pihak panti dengan senang hati menanti hasil praktek dari para peserta, mereka menyanggupi menjadi pembeli pertama. Saya melihat adanya ikatan batin antara para ibu dan para penghuni rumah panti ini. Dan semoga saja apa yang menjadi tujuan para pengurus panti dapat terwujud. Terlebih lagi mereka akan terus mengadakan pelatihan seperti ini secara berkala.



            Rancapanggung dengan panti yatimnya telah membawa warna baru dalam pemahaman saya tentang sebuah kemandirian. Ternyata banyak orang yang peduli dengan para wanita yang tiba-tiba harus jadi tulang punggung keluarga. Dan memang sudah waktunya para wanita untuk meng-upgrade diri mereka dengan ilmu yang bisa diaplikasikan untuk menambah penghasilan rumah tangga. Dengan kata lain, bukan saatnya kita sebagai wanita terlena dengan segala fasilitas yang diberikan oleh pasangan. Kita pun harus bisa menjadi partner baginya untuk menambah penghasilan sekaligus mempersiapkan diri menghadapi hal-hal terburuk.
           


           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar