Senin, 27 Maret 2017

4 Mutiara Kehidupan - part 1

Cerita Ibu Kos


       Wajah sendunya menyeruak kosentrasi menulisku,  sendu yang sejuk. Suaranya yang memangil-manggil pak kos semakin memecah kosentrasi. Akhirnya kulepas keyboard dan mulai memanggilnya, " apa kabar bu? seruku perlahan dari dalam kamar. Sedikit tertegun ibu kos mengalihkan perhatiannya kepadaku, "eeh.. ada di rumah rupanya sedang apa mba? tanyanya sambil menghampiri. Tanpa basa basi aku mempersilahkannya masuk, dan terlibatlah kami dalam percakapan hangat. 
      Kusadari akhirnya ternyata gerak badannya yang selalu perlahan dan ucapannya yang lembut terpengaruhi oleh daya tahan tubuhnya yang berkurang akibat penyakit diabetes kering. "Beginilah mba saya ini, padahal makanan dijaga dengan hati-hati, olahraga juga tidak terlewatkan tapi tetap saja allah yang menentukan segalanya. awalnya ada penolakan akan kenyataan mengapa saya harus terkena diabetes juga padahal sudah menjaga semuanya, tapi akhirnya saya menerima karena sekali lagi allah yang menentukan semuanya". 
       Aku tercenung betapa segala yang terjadi didiri ini adalah sesuatu hal yang direncanakan untuk tidak terjadi, tetapi ternyata allah berencana lain. Ketika penyakit yang seolah merenggut semuanya, seperti menjadi penghalang segalanya. 
" allah selalu mempunyai rencana lain mba, dulu saya juga ngontrak, malah pernah sampai spp tidak bisa dibayar empat bulan karena bapaknya tidak bekerja, akhirnya saya membuka warung dan siapa yang tahu ternyata rijki saya dan keluarga berasal dari warung itu, waktu terlewati begitu saja sampai akhirnya bapak kerja kembali dan kami akhirnya memiliki rumah. Siapa tahu nanti mbak punya rumah sendiri juga..  tidak ada yang tahu rahasia allah". 
      Betapa aku terpukul mendengarnya, teringat aku yang begitu gigih berjuang mempertahankan 'kenyamanan' yang ada. Teringat penolakan kerasku yang menyatakan semuanya berjalan baik-baik saja. Dan betapa bersikerasnya aku menunjukkan pada dunia bahwa aku tetap sejahtera dan nyaman, bahkan ketika perekonomian keluarga terguncang karena kepincangan sumber mata pencaharianpun aku tetap menolak kenyataan yang ada. Aku ingin menyatakan pada dunia bahwa ini aku sang pejuang tangguh yang akan tetap berdiri bertahan memperjuangkan yang tersisa. Aku lupa jikalau allah selalu memiliki naskah lain untuk hambanya, sebuah akhir yang akan menyatakan siapakah aku ini sesungguhnya. 
 "Saya lihat mba sibuk terus yah setiap hari? tanyanya lembut. Aku sedikit grogi menjawabnya tanpa dapat memungkiri bahwa memang aku tak pernah bisa diam menunggu dirumah. "oh iya itu bu sayakan ngejemput anak setiap hari, terus seminggu tiga kali pergi ke sekolah bola". Beliau mengangguk lembut. "mba, sekeras apapun kita berusaha menjadikan anak menjadi apa, pada akhirnya tetap saja allah yang menentukan". ucapnya kembali
     Dan pada akhirnya aku memahami inti dari pembicaraan ini. Bahwa sekeras apapun kita berusaha tetap saja allah yang akhirnya menentukan. Berusaha itu wajib tetapi mengenai hasilnya allah yang menentukan. Akhirnya ikhtiar, ikhlas dan tawakalkulah yang kembali harus dipertanyakan. Aku akui segala yang diperbuat segala yang dilakukan itu adalah dengan satu tujuan agar tercapai segalanya sesuai dengan yang diharapkan. Aku lupa bahwa ada allah yang pada akhirnya akan menentukan semuanya. 
"Baiklah mba saya pamit dulu, silahkan dilanjut kembali pekerjaannya". ucapnya sambil beranjak keluar. jangan lupa untuk rajin belohraga yah mba, dan satu lagi pikiran harus tenang. obat apapun takkan berpengaruh tanpa adanya ketenangan pikiran. 
"oh iya bu, mangga.. terima kasih bu sudah menyempatkan waktu untuk mengobrol", jawabku sedikit terbata karena masih terpesona dengan semua kata-katanya tadi. 
   Pandanganku mengikuti setiap langkahnya, dan yah aku terpesona dengan segala kepasrahannya pada allah, akan segala keikhlasannya yang lembut. Dan aku tahu allah jugalah yang mengatur pembicaraan ini agar ada hikmah yang bisa kuambil. Dari allah, untuk allah, hanya allah. Tertunduk aku.. perlahan mengetik sebuah judul di halaman yang baru... Cerita Ibu Kos... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar