Ada masanya dimana saya merasa
terganggu dengan tumpukan sampah yang tidak wajar. Entah tahun berapa itu ...
saya lupa. Yang membekas hanya tumpukan-tumpukan kotor itu di ingatan. Kalau
tidak salah waktu itu beritanya TPA Leuwigajah longsor. Dalam artian sudah
tidak mampu lagi menampung sampah Kota Bandung. Sedih sekali waktu
sampah-sampah itu yang mendominasi pemandangan kota. Ternyata sebanyak itu
sampah yang dihasilkan oleh kita. Tidak perlu menyalahkan siapa pun karena pada
dasarnya ini adalah masalah bersama. Toh, kita ‘kan yang menghasilkan sampah?
Berarti harus kita juga yang mencari jalan keluarnya.
Inginnya sih, bisa melakukan sesuatu
untuk kota tercinta, pernah terlintas untuk bawa spanduk berisi kata-kata Selamatkan
Kota Kita. Dan semua pesertanya adalah emak-emak di kota ini (waktu
angkot mogok jalan juga sempat mau demo), the
power of emak-emak tea ceritanya mah. Tapi sepertinya itu tidak
menyelesaikan permasalahan. Akhirnya, karena kebetulan bergabung dengan sebuah
komunitas di Bandung mulailah saya mengenal yang namanya Bumi Inspirasi.
Ternyata kegiatannya adalah zero waste
dan berfungsi sebagai bank sampah juga.
Sebenarnya sudah lama saya mengenal
sampah organik dan non organik, tapi sayangnya baru sebatas mengenal saja.
Ketika tanpa sengaja bergabung dengan komunitas Ibu Profesional Bandung,
barulah saya mengenal lebih dalam lagi masalah ini. Di Bumi Inspirasi saya
tertarik dengan cara pendekatannya yang lebih ditekankan berawal dari rumah.
Teh Isti mengajarkan anak-anaknya untuk dapat memisahkan sampah organik dan non
organik menggunakan tempat sampah yang berbeda warna.
Hebatnya
lagi, sampah non organik yang bisa didaur ulang ternyata dihargai dengan rupiah
yang lumayan. Jadinya sampah-sampah tersebut disetor ke bank sampah Bumi
Inspirasi, lalu setelah dihargai oleh rupiah (misal : seribu untuk kaleng bekas
minuman), seribu rupiah tersebut dituliskan dalam buku tabungan. Dan tabungan
itu akan bertambah sesuai jumlah sampah non organik yang disetorkan. Inspiratif
bukan? Selain mengedukasi anak-anak masalah sampah, secara tidak langsung kita
juga mendidiknya menabung.
Kemudian
seiring waktu saya tertarik dengan 3R, Reduce
Reuce Recycle. Istilah itu ternyata diadaptasi jadi kang pisman (kurangi, pisahkan dan manfaatkan sampah) oleh PD
Kebersihan Kota Bandung. Jujur istilah ini baru saya ketahui dari seorang teman
aktivis sampah. Mungkin sudah jalannya ketika saya menghadiri sebuah talkshow yang diselenggarakan oleh “Energi
Muda”. Dari acara itu mata saya semakin terbuka dengan permasalahan energi dan zero waste. Tak lama kemudian berlanjut
pula ke acara yang diselenggarakan sebuah komunitas, dan mata saya benar-benar
terbuka setelah mengikuti program ini. Ternyata acara ini sebuah program
pelatihan untuk mencetak kader-kader penggiat sampah. Dan ilmu public speaking dipertaruhkan di
pelatihan ini. Awal mendapatkan ilmu PS ini dari Rumah Belajar PS Ibu
Profesional Bandung, dan tidak disangka mau tak mau harus diaplikasikan di
pelatihan ini. Memang benar ilmu itu tidak ada yang percuma.
Seperti
kang pisman, kang di sini telah dipraktekkan oleh para ibu di komunitas IPB
dengan istilah konmari (kosongkan isi
lemari). Dalam artian mengurangi isi lemari (pakaian) yang masih layak,
kemudian dipisahkan untuk dimanfaatkan kembali oleh yang lain. Konmari ini
telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi yang membutuhkan. Di IPB sendiri, hasil konmari kemudian ditampung
oleh divisi Sejuta Cinta (Sedekah Jumat
Untuk Tanah Air Tercinta) yang kemudian disalurkan baik berupa barang maupun
uang hasil penjualan konmari kepada pihak-pihak yang membutuhkan (korban
bencana alam dsb.)
Sejuta
Cinta sendiri memiliki sebuah program
yang dinamakan garage sale. Nah. Hasil
penjualan barang-barang konmari ini nantinya didistribusikan kepada yang
membutuhkan. Sama sekali tidak menyangka semua kegiatan yang saya ikuti
ternyata memiliki benang merah satu dengan yang lainnya. Seperti dengan YPBB
(Yayasan Pengembangan Biosains dan Biotekologi) sekarang ini. di YPBB saya
banyak mendapatkan ilmu persampahan. Tidak menyangka kalau masalah sampah yang
identik dengan hal yang menjijikkan bisa dikemas menjadi sesi pelatihan yang
menyenangkan.
Di
acara pelatihan ini kami diwajibkan membawa tempat minum dan makanan sendiri. Dan
penyajian konsumsi di acara ini pun sangat zero
waste, penggunaan plastiknya diminimalisir semaksimal mungkin. Selain itu,
selama sesi pelatihan berlangsung, saya sempat minder. Jangan-jangan hanya saya
sendiri pemula di bidang ini? Jujur
yang saya ketahui tidak lebih dari sampah organik dan non organik, ditambah
dengan lubang biopori sedikit. Sedangkan peserta yang lain ternyata banyak yang
senior dimasalah sampah. Tapi tidak
ada kata terlambat untuk belajar bukan? Jadilah saya banyak menyerap ilmu baru
selama pelatihan berlangsung.
Ternyata
selain biopori untuk sampah organik dari kebun, ada juga lubang kompos, bata
terawang, biodigester dan keranjang Takakura untuk mengubah sampah ke bahan
yang lebih bermanfaat. Lubang kompos bisa dibuat dengan berbagai ukuran sesuai
kebutuhan, lubang ini cocok untuk sampah organik kebun dan sisa makanan, demikian
juga dengan bata terawang. Sedangkan biopori biasanya dibuat dengan diameter
lubang 10 cm dengan kedalaman maksimal 100 cm. Biopori ini selain untuk sampah
kebun, cocok pula untuk sampah organik lunak dan organik keras (tulang dsb.),
selain itu biopori ini berfungsi juga sebagai lubang resapan air.
Lubang Kompos |
Adapun
biodigester adalah sebuah alat yang dirancang agar proses pembusukan sampah
organik berlangsung lebih cepat. Pembusukan sampah dalam biodigester
menghasilkan gas yang bisa digunakan untuk memasak dan pembangkit listrik. Sedangkan
keranjang Takakura adalah cara pembusukan sampah organik yang dikembangkan
PUSDAKOTA Universitas Surabaya dibantu oleh Koji Takakura. Cara membuatnnya
relatif mudah, kita hanya membutuhkan keranjang laundry, dus bekas, bantalan
sekam, plastik atau dus untuk menutup media sampah, air gula, tanah dan sekam halus/dedak.
Perbandingan sekam dengan bahan yang lain adalah 4:1. Sekam (4) dicampur dengan tanah subur,
dedak halus dan air gula yang ukurannya
berbanding satu dari sekam kasar.
keranjang Takakura |
Bata Terawang |
Biodigester |
Keranjang
Takakura ini bisa disimpan di dalam rumah karena tempatnya yang dari keranjang
plastik lebih bersih dan hampir tidak berbau. Sampah organik halus yang dibuang
harus dipotong-potong dulu agar mudah
hancur. Usahakan sampah tidak terlalu basah sewaktu dimasukkan, ini untuk
menjaga munculnya binatang-binatang kecil yang tidak diinginkan. Kalau isi
keranjang mulai basah, kita bisa menambahkan sekam untuk menjaga kelembabannya.
Terlepas
dari semua media yang bisa dimanfaatkan untuk mendaur sampah di atas, saya
pribadi sangat percaya bahwa sampah
hanya bisa dikurangi apabila kita sendiri telah sadar sampah. Percuma setiap saat meneriakkan program-program
minimalisir sampah apabila kita tidak
mengacuhkannya. Awali semua dari rumah, dari keluarga kita. Anak-anak bisa kita
ajari dengan menyediakan dua tempat sampah terlebih dahulu, agar mereka bisa
memisahkan antara yang organik dan non organik. Kemudian tahap selanjutnya bisa
ditambah satu tempat sampah lagi
untuk residu atau sampah beracun
(baterai, korek api gas, tabung gas mini, dsb.). Demikian seterusnya hingga
bisa membedakan antara sampah organik halus dan keras. Sampah non organik yang
bisa didaur ulang dan tidak.
Sampah
non organik yang tidak bisa didaur
ulang bisa kita setorkan ke bank sampah
di kota masing-masing. Oh, ya, jangan lupa membiasakan anak-anak dan
juga anggota keluarga lainnya untuk membawa tumbler.
Dari hal kecil itu berarti kita telah mengajarkan hemat energi. Bila dari rumah
masalah sampah telah teratasi, bisa
dibayangkan jutaan sampah diluar sana
jadi tidak merepotkan lagi. Sampah hanya bisa jadi tidak bermasalah apabila kita telah dapat
menyingkirkan masalah tidak acuh terhadap
sampah yang ada di diri kita sendiri. Yuk, jawab pertanyaan ini ... sudah
benarkah Anda membuang sampah pada
tempatnya hari ini?
aku langsung inget film harvest moon karena ada istilah konmari dan keranjang takankura. iya sih bener, Bandung pernah jadi lautan sampah beberapa tahun yang lalu. Tapi gara2 ini hikmahnya jadi muncul pejuang sampah yang mencoba mengatasi masalah ini ya alhamdulillah
BalasHapusWaaah infonya sangat penting.
BalasHapusSemua memang harus dimulai dari diri sendiri, at least dari rumah kita ya mba
Saya baru denger istilah istilah pengolahan sampah diatas.
Dan langsung kayak *clingg gitu terinspirasi
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus