Senin, 25 Februari 2019

Nibiru-Masa Kehancuran


Menulis bagiku adalah sebuah perjalanan. Dimulai dari masa kanak-kanak  yang penuh imajinasi, ruang-ruang khayal selalu dipenuhi petualangan. Setiap hari adalah awal dari perjalanan baru seorang anak  yang memiliki daya khayal tinggi. Aku adalah  seorang putri kerajaan, seorang detektif, bahkan seorang penyihir. Tiap detik nafas adalah penjabaran  dari petualangan yang tertera di pikiran. Dan aku akan tetap hidup di dalamnya, bersama setiap aksaranya, berkelana di ruang imaji tanpa tepi.

Seiring waktu puisi-puisi di lembaran akhir buku mulai berubah abu-abu. Bahkan penaku mulai mengering tetesannya digerus tamparan kehidupan dari  tahun ke tahun. Dan menulis pun terlupakan, setimpal dengan pengaruhnya pada kesehatan psikisku. Tanpa disadari  segala ruang imaji  yang tak terproses menjadi gumpalan di hati dan pikiran. Menyumbat setiap  kesenangan dan  kebebasan.  Akhirnya aku  terbelenggu dalam kehampaan dan sering mencoba berontak—walau tak paham bagaimana caranya.


Hingga  semua memuncak  dan  aku putuskan untuk meraih apa yang  hilang dari hidup. Aku adalah  pengelana  aksara yang akan tetap hidup di berbagai dimensi masa. Dan  kebebasan itu—yang ingin kuraih—adalah bebas mencipta dalam kata, dalam rasa penuh  imajinasi.  Seperti puisiku pada matahari, dan kisahku yang tertera di gulungan angin, terukir di deburan  ombak—aku hanya ingin menulis hingga Sang Pencipta  merengkuh dari kehidupan.

Tahun 2018 adalah masa pengakuan jatidiri.  Pada akhirnya aku  menemukan apa yang menjadi  tujuan selama ini.  Mengukir kehidupan dengan sesuatu yang bermanfaat, dan  aku memilih melalui media tulisan. Kemudian  aku pun merealisasikannya dengan  bergabung di grup-grup penulisan. Begitu banyak ilmu yang didapatkan hingga melahirkan beberapa karya antologi. Dan sempat ‘terjebak’ menjadi tutor kepenulisan di sebuah grup. Padahal aku merasa ilmu  yang dimiliki masih belum mumpuni.

Beberapa karya solo sengaja aku endapkan.  Karena aku tipe penulis yang banyak mengambil kisah  dari  kisah  nyata. Kebetulan  kisah-kisah itu masih berlanjut, dan masih belum tertebak seperti apa akhirnya. Seperti naskah AILA yang memang membutuhkan revisi total. Novel ini bercerita perjuanganku untuk tetap  tegar dalam menjalani kehidupan dan  beberapa kehilangan. Diantaranya nyaris kehilangan kewarasan. Sebuah kisah yang masih berlanjut hingga sekarang dan membutuhkan riset yang mendalam. Aku  tak ingin membuat cerita asal jadi.  Menulis novel itu butuh kesabaran, Seperti yang dikatakan Abah Tasaro GK, sebuah  novel harus  memiliki tiga unsur penunjang untuk menjadikannya menarik. Pengalaman, riset  dan imajinasi harus terkandung di dalamnya.

Jujur aku sangat gembira ketika diajak ke acara  di Gramedia Bandung kemarin oleh teman komunitas. Sama sekali tidak menyangka kalau  di acara itu  akan mendapatkan banyak ilmu kepenulisan  dari Abah Tasaro GK. Dan  yang lebih tak disangka lagi adalah pertemuan dengan  Abah. Nama  Tasaro GK tak asing bagiku,  karena buku Nibiru dan Ksatria Atlantis bertengger  manis di rak selama bertahun-tahun. Dan aku selalu saja punya alasan untuk menunda membacanya. Hingga Sabtu kemarin perjumpaan dengan beliau membuatku menyesal tidak membaca Nibiru dari  dulu.

Happy bloger

Penulis yang memiliki nama asli Taufik Saptoto Rahadi  ini memiliki mimpi menulis buku yang bisa menjadi petualangan bagi anak-anak, dan perenungan bagi orang dewasa. Dilatarbelakangi oleh kecintaannya pada sejarah dan Indonesia  maka  terciptalah buku Nibiru ini.  Dengan setting Indonesia purba, Abah seakan ingin menegaskan bahwa  memang negeri kita  inilah atlantis yang hilang itu. Abah ingin memperlihatkan  kebanggaannya pada negeri ini,  dan salah satu caranya adalah dengan menulis novel Nibiru ini.

Dari Abah Tasaro juga aku mendapat ilmu berharga tentang penulisan novel. Ternyata untuk membuat ceritanya  hidup ada dua hal  yang harus dilakukan;

Jatuh Cinta  Pada Tema Cerita
Bagaimana bisa kita  sebagai penulis membuat cerita yang tidak disukai.  Jadi syarat  utamanya  adalah  si penulis harus mencintai temanya. Ciri-ciri jatuh cinta pada tema adalah selalu terbayang-bayang di setiap waktu.

Penulis Harus Jadi Karakter
Plot dalam sebuah cerita dihidupkan oleh karakter  yang menggerakkannya. Bagaimana caranya agar si karakter hidup? Jawabannya  adalah penulis harus berakting jadi si karakter. Dia harus benar-benar menjiwai karakter-karakternya.

Abah mengatakan bahwa penulis itu seorang filsuf. Dia mampu merubah seeorang dengan tulisannya. Karenanya riset itu diperlukan,  bahkan novel Nibiru sendiri lebih lama proses riset daripada  penulisannya.

Setelah mendengar cerita Abah, aku  jadi tertohok. Pantas saja beberapa novel  terasa begitu membosankan proses menulisnya. Itu karena aku tidak jatuh cinta pada temanya. Lain lagi dengan naskah yang aku jiwai karakternya. Dalam penulisannya terasa mudah dan menyenangkan. Aku juga jadi semakin mantap untuk  melanjutkan riset. Karena pada intinya aku tak ingin membuat cerita yang omong kosong.

Nibiru-Masa Kehancuran sendiri merupakan revisi dari Nibiru dan Ksatria Atlantis. Novel   revisi ini hadir dengan ilustrasi lebih fresh dengan bendera Bhuana Sastra imprint Bhuana Ilmu Populer. Novel ini direvisi karena telah direncanakan untuk menerbitkan lima buku berikutnya. Dengan kata lain untuk mengingatkan kembali para pembaca dengan kisah Nibiru ini.

Aku benar-benar termotivasi setelah hadir di acara kemarin. Sudah saatnya membereskan satu persatu naskah yang diendapkan selama ini. Seperti kata Abah Tasaro ada dua hal tantangan dalam menulis;

Kritik
Jujur aku sendiri pernah mengalami malas menulis ketika dikritik  habis-habisan. Waktu  itu tentang cerpen anak. Padahal niatnya aku memang ingin menimba ilmu pada saat itu. Tapi sekarang aku berubah haluan, bukan menulis untuk pembaca. Aku menulis karena ingin menulis, dan dengan harapan pembaca terhibur karenanya.

Writer Block
Bagiku writer block ini tidak ada. Aku setuju dengan yang dikatakan Abah, yang ada adalah mood block. Tentunya hal ini tidak berlaku sama pada setiap  penulis. Biasanya  kalau aku hilang mood tidak memaksakan diri untuk tetap menulis  cerita yang sama. Ada kalanya aku menulis cerita yang lain lebih dulu, atau membaca  buku selama beberapa  waktu.

Begitu banyak ilmu berharga yang didapat hari Sabtu kemarin, dan aku menjadi  bersemangat untuk menyelesaikan naskah-naskahku. Komitmenku setelah acara tersebut adalah mengikuti  setiap perkembangan novel  Nibiru, dan tentu saja mereview setiap bukunya.  Terima kasih Abah Tasaro atas  ilmu dan pengalaman yang dibagikan.



4 komentar:

  1. saya belum selesai membaca nibiru mbak, tapi emang bagus (y)

    BalasHapus
  2. Baru tahu ni tentang Nibiru, jadi ingat the lost city of Atlantis...

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus