Kamis, 10 Januari 2019

ZERO WASTE – Semua Berawal Dari Rumah



            Ada masanya dimana saya merasa terganggu dengan tumpukan sampah yang tidak wajar. Entah tahun berapa itu ... saya lupa. Yang membekas hanya tumpukan-tumpukan kotor itu di ingatan. Kalau tidak salah waktu itu beritanya TPA Leuwigajah longsor. Dalam artian sudah tidak mampu lagi menampung sampah Kota Bandung. Sedih sekali waktu sampah-sampah itu yang mendominasi pemandangan kota. Ternyata sebanyak itu sampah yang dihasilkan oleh kita. Tidak perlu menyalahkan siapa pun karena pada dasarnya ini adalah masalah bersama. Toh, kita ‘kan yang menghasilkan sampah? Berarti harus kita juga yang mencari jalan keluarnya.


            Inginnya sih, bisa melakukan sesuatu untuk kota tercinta, pernah terlintas untuk bawa spanduk berisi kata-kata Selamatkan Kota Kita. Dan semua pesertanya adalah emak-emak di kota ini (waktu angkot mogok jalan juga sempat mau demo), the power of emak-emak tea ceritanya mah. Tapi sepertinya itu tidak menyelesaikan permasalahan. Akhirnya, karena kebetulan bergabung dengan sebuah komunitas di Bandung mulailah saya mengenal yang namanya Bumi Inspirasi. Ternyata kegiatannya adalah zero waste dan berfungsi sebagai bank sampah juga.

            Sebenarnya sudah lama saya mengenal sampah organik dan non organik, tapi sayangnya baru sebatas mengenal saja. Ketika tanpa sengaja bergabung dengan komunitas Ibu Profesional Bandung, barulah saya mengenal lebih dalam lagi masalah ini. Di Bumi Inspirasi saya tertarik dengan cara pendekatannya yang lebih ditekankan berawal dari rumah. Teh Isti mengajarkan anak-anaknya untuk dapat memisahkan sampah organik dan non organik menggunakan tempat sampah yang berbeda warna.

Hebatnya lagi, sampah non organik yang bisa didaur ulang ternyata dihargai dengan rupiah yang lumayan. Jadinya sampah-sampah tersebut disetor ke bank sampah Bumi Inspirasi, lalu setelah dihargai oleh rupiah (misal : seribu untuk kaleng bekas minuman), seribu rupiah tersebut dituliskan dalam buku tabungan. Dan tabungan itu akan bertambah sesuai jumlah sampah non organik yang disetorkan. Inspiratif bukan? Selain mengedukasi anak-anak masalah sampah, secara tidak langsung kita juga mendidiknya menabung.

Kemudian seiring waktu saya tertarik dengan 3R, Reduce Reuce Recycle. Istilah itu ternyata diadaptasi jadi kang pisman (kurangi, pisahkan dan manfaatkan sampah) oleh PD Kebersihan Kota Bandung. Jujur istilah ini baru saya ketahui dari seorang teman aktivis sampah. Mungkin sudah jalannya ketika saya menghadiri sebuah talkshow yang diselenggarakan oleh “Energi Muda”. Dari acara itu mata saya semakin terbuka dengan permasalahan energi dan zero waste. Tak lama kemudian berlanjut pula ke acara yang diselenggarakan sebuah komunitas, dan mata saya benar-benar terbuka setelah mengikuti program ini. Ternyata acara ini sebuah program pelatihan untuk mencetak kader-kader penggiat sampah. Dan ilmu public speaking dipertaruhkan di pelatihan ini. Awal mendapatkan ilmu PS ini dari Rumah Belajar PS Ibu Profesional Bandung, dan tidak disangka mau tak mau harus diaplikasikan di pelatihan ini. Memang benar ilmu itu tidak ada yang percuma.

Seperti kang pisman, kang di sini telah dipraktekkan oleh para ibu di komunitas IPB dengan istilah konmari (kosongkan isi lemari). Dalam artian mengurangi isi lemari (pakaian) yang masih layak, kemudian dipisahkan untuk dimanfaatkan kembali oleh yang lain. Konmari ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi yang membutuhkan. Di  IPB sendiri, hasil konmari kemudian ditampung oleh divisi Sejuta Cinta  (Sedekah Jumat Untuk Tanah Air Tercinta) yang kemudian disalurkan baik berupa barang maupun uang hasil penjualan konmari kepada pihak-pihak yang membutuhkan (korban bencana  alam dsb.)

Sejuta Cinta  sendiri memiliki sebuah program yang dinamakan garage sale. Nah. Hasil penjualan barang-barang konmari ini nantinya didistribusikan kepada yang membutuhkan. Sama sekali tidak menyangka semua kegiatan yang saya ikuti ternyata memiliki benang merah satu dengan yang lainnya. Seperti dengan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Biotekologi) sekarang ini. di YPBB saya banyak mendapatkan ilmu persampahan. Tidak menyangka kalau masalah sampah yang identik dengan hal yang menjijikkan bisa dikemas menjadi sesi pelatihan yang menyenangkan.

Di acara pelatihan ini kami diwajibkan membawa tempat minum dan makanan sendiri. Dan penyajian konsumsi di acara ini pun sangat zero waste, penggunaan plastiknya diminimalisir semaksimal mungkin. Selain itu, selama sesi pelatihan berlangsung, saya sempat minder. Jangan-jangan hanya saya sendiri pemula di bidang ini? Jujur yang saya ketahui tidak lebih dari sampah organik dan non organik, ditambah dengan lubang biopori sedikit. Sedangkan peserta yang lain ternyata banyak yang senior dimasalah sampah. Tapi tidak ada kata terlambat untuk belajar bukan? Jadilah saya banyak menyerap ilmu baru selama pelatihan berlangsung.

Ternyata selain biopori untuk sampah organik dari kebun, ada juga lubang kompos, bata terawang, biodigester dan keranjang Takakura untuk mengubah sampah ke bahan yang lebih bermanfaat. Lubang kompos bisa dibuat dengan berbagai ukuran sesuai kebutuhan, lubang ini cocok untuk sampah organik kebun dan sisa makanan, demikian juga dengan bata terawang. Sedangkan biopori biasanya dibuat dengan diameter lubang 10 cm dengan kedalaman maksimal 100 cm. Biopori ini selain untuk sampah kebun, cocok pula untuk sampah organik lunak dan organik keras (tulang dsb.), selain itu biopori ini berfungsi juga sebagai lubang resapan air.


Lubang Kompos


Adapun biodigester adalah sebuah alat yang dirancang agar proses pembusukan sampah organik berlangsung lebih cepat. Pembusukan sampah dalam biodigester menghasilkan gas yang bisa digunakan untuk memasak dan pembangkit listrik. Sedangkan keranjang Takakura adalah cara pembusukan sampah organik yang dikembangkan PUSDAKOTA Universitas Surabaya dibantu oleh Koji Takakura. Cara membuatnnya relatif mudah, kita hanya membutuhkan keranjang laundry, dus bekas, bantalan sekam, plastik atau dus untuk menutup media sampah, air gula, tanah dan sekam halus/dedak. Perbandingan sekam dengan bahan yang lain adalah  4:1. Sekam (4) dicampur dengan tanah subur, dedak halus dan air gula  yang ukurannya berbanding satu dari sekam kasar.


keranjang Takakura

Bata Terawang

Biodigester

Keranjang Takakura ini bisa disimpan di dalam rumah karena tempatnya yang dari keranjang plastik lebih bersih dan hampir tidak berbau. Sampah organik halus yang dibuang harus dipotong-potong dulu agar  mudah hancur. Usahakan sampah tidak terlalu basah sewaktu dimasukkan, ini untuk menjaga munculnya binatang-binatang kecil yang tidak diinginkan. Kalau isi keranjang mulai basah, kita bisa menambahkan sekam untuk menjaga kelembabannya.

Terlepas dari semua media yang bisa dimanfaatkan untuk mendaur sampah di atas, saya pribadi sangat percaya  bahwa sampah hanya bisa dikurangi apabila kita sendiri telah sadar sampah. Percuma setiap saat meneriakkan program-program minimalisir sampah  apabila kita tidak mengacuhkannya. Awali semua dari rumah, dari keluarga kita. Anak-anak bisa kita ajari dengan menyediakan dua tempat sampah terlebih dahulu, agar mereka bisa memisahkan antara yang organik dan non organik. Kemudian tahap selanjutnya bisa ditambah  satu tempat sampah lagi untuk  residu atau sampah beracun (baterai, korek api gas, tabung gas mini, dsb.). Demikian seterusnya hingga bisa membedakan antara sampah organik halus dan keras. Sampah non organik yang bisa didaur ulang dan tidak.

Sampah non organik yang tidak  bisa didaur ulang bisa kita setorkan ke bank sampah  di kota masing-masing. Oh, ya, jangan lupa membiasakan anak-anak dan juga anggota keluarga lainnya untuk membawa tumbler. Dari hal kecil itu berarti kita telah mengajarkan hemat energi. Bila dari rumah masalah sampah telah  teratasi, bisa dibayangkan jutaan sampah diluar sana  jadi tidak merepotkan lagi. Sampah hanya bisa jadi  tidak bermasalah apabila kita telah dapat menyingkirkan masalah tidak acuh terhadap sampah yang ada di diri kita sendiri. Yuk, jawab pertanyaan ini ... sudah benarkah Anda membuang sampah pada tempatnya  hari ini?





3 komentar:

  1. aku langsung inget film harvest moon karena ada istilah konmari dan keranjang takankura. iya sih bener, Bandung pernah jadi lautan sampah beberapa tahun yang lalu. Tapi gara2 ini hikmahnya jadi muncul pejuang sampah yang mencoba mengatasi masalah ini ya alhamdulillah

    BalasHapus
  2. Waaah infonya sangat penting.
    Semua memang harus dimulai dari diri sendiri, at least dari rumah kita ya mba

    Saya baru denger istilah istilah pengolahan sampah diatas.
    Dan langsung kayak *clingg gitu terinspirasi

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus